Banyak korban mengatakan bahwa pada awalnya mereka benar-benar diberikan komisi, sehingga mereka semakin percaya kepada penipu untuk melakukan pekerjaan lanjutan. Namun, penipu kemudian meminta korban untuk melakukan deposit dengan jumlah tertentu untuk mendapatkan pekerjaan lanjutan. Korban diwajibkan membayar deposit tersebut untuk mengakses penghasilan yang ditampilkan pada platform.
Meskipun demikian, uang deposit yang diberikan oleh korban sebenarnya akan menjadi milik penipu, tanpa adanya jaminan bahwa pekerjaan lanjutan akan benar-benar diberikan.
Selain itu, penipu juga menggunakan berbagai alasan untuk terus memeras korban. Chat asing yang masuk melalui WhatsApp seringkali berisi ajakan untuk mendapatkan uang melalui pekerjaan yang terkesan mudah. Kata kunci yang biasanya digunakan adalah 'promosi produk' dan 'optimasi aplikasi'.
Salah satu alasan mengapa penipuan ini terus berlangsung adalah karena platform yang digunakan tampak meyakinkan dengan adanya saldo penghasilan yang bisa dicek. Hal ini akan menciptakan ilusi bagi korban bahwa mereka sedang mengumpulkan uang.
Selain itu, mata uang kripto seringkali dipilih oleh penipu sebagai metode pembayaran untuk melancarkan aksi penipuan ini. Hal ini juga didukung oleh data dari FTC yang melaporkan hilangnya uang kripto senilai US$41 juta (sekitar Rp 658 miliar) di paruh pertama tahun 2024 akibat penipuan ini, naik dari US$21 juta selama tahun 2023.