Dilansir Verywell Health, produk perekat dapat mengandung dua alergen utama dalam lem, seperti cairan 2-oktil sianoakrilat dan monomer n-butik sianoakrilat. Bahan-bahan tersebut dapat memicu reaksi sensitivitas pada beberapa orang yang dapat memicu alergi. Terkadang, produk perekat juga dibuat dari lateks, yang juga merupakan alergen umum.
Selain dari sumber tersebut, alergi perekat juga bisa terjadi akibat obat yang ditambahkan dalam produk perekat tersebut. Misalnya, yodium dalam desinfektan kulit Betadine atau Neosporin yang juga bisa memicu alergi pada kulit.
Sementara itu, jika alergi perekat muncul sebagai dermatitis kontak iritan, ini biasanya dipicu oleh kandungan bahan beracun atau bersifat iritan dalam produk perekat. Bahkan, penggunaan balutan yang ketat saja bisa menyebabkan alergi perekat.
3. Diagnosis alergi perekat
Alergi perekat biasanya dapat didiagnosis sendiri tanpa harus melakukan kunjungan medis. Kondisi ini dapat dikenali dengan memperhatikan ruam yang selalu muncul setiap kali penggunaan perekat atau plester.
Namun, jika kamu tidak yakin dengan penyebabnya, kamu dapat mengunjungi dokter untuk mendapatkan diagnosis resminya. Jika penyebab ruam atau gejala dermatitis kontak alergi tidak diketahui, dokter mungkin akan melakukan beberapa pengujian, termasuk:
- Uji tempel: ini merupakan uji alergi dengan menempelkan alergen umum ke kulit punggung menggunakan tempelan perekat non-lateks.
- Uji tusuk kulit: pengujian alergi dengan membuat tusukan kecil dikulit dan memasukkan alergen.
- Tes imunoglobulin E (IgE): ini merupakan tes alergi melalui sampel darah
4. Pengobatan dan perawatan alergi perekat
Pengobatan alergi perekat dapat bervariasi, tergantung tingkat keparahan reaksi yang ditimbulkan. Jika reaksi alergi ringan, ini biasanya dapat diatasi dengan melepas perekat dan tidak menggunakannya hingga gejalanya sembuh. Namun, jika gejalanya lebih serius, beberapa perawatan berikut sering kali direkomendasikan: