Makanan rendah lemak atau low-fat sering dianggap sebagai pilihan yang lebih sehat daripada makanan tinggi lemak. Konsep ini telah menjadi landasan bagi banyak orang yang berusaha untuk mendapatkan pola makan sehat. Namun, apakah makanan low-fat benar-benar sehat seperti yang kita bayangkan?
Sebagian besar masyarakat percaya bahwa makanan rendah lemak akan membantu menurunkan risiko penyakit jantung, diabetes, dan obesitas. Namun, para ahli gizi menyarankan agar kita tidak hanya memperhatikan kandungan lemak dalam makanan, tetapi juga memperhatikan kandungan gula, garam, dan bahan kimia tambahan.
Makanan low-fat seringkali mengandung tambahan gula atau pemanis buatan untuk meningkatkan rasa dan tekstur. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa konsumsi gula berlebihan dapat meningkatkan risiko obesitas, diabetes tipe 2, dan penyakit jantung. Selain itu, makanan low-fat juga cenderung mengandung lebih banyak garam untuk mengimbangi kehilangan rasa akibat pengurangan lemak.
Sebagian besar produk makanan low-fat diproses secara intensif, sehingga seringkali mengandung bahan kimia tambahan untuk mempertahankan rasa, warna, dan tekstur. Bahan kimia tambahan ini dapat berdampak buruk pada kesehatan tubuh dalam jangka panjang.
Salah satu contoh makanan low-fat yang sebaiknya diwaspadai adalah produk susu rendah lemak atau skim. Pada susu rendah lemak, kandungan lemak alami telah dihilangkan dan kadang-kadang diganti dengan pemanis atau penambah rasa agar tetap enak diminum. Para peneliti menemukan bahwa susu rendah lemak cenderung kurang memberikan rasa kenyang, sehingga konsumen cenderung mengonsumsi lebih banyak kalori dari sumber makanan lain.
Konsumsi makanan low-fat juga dapat mempengaruhi penyerapan nutrisi tertentu dalam tubuh. Beberapa nutrisi penting seperti vitamin A, D, E, dan K memerlukan lemak untuk diserap dan digunakan oleh tubuh. Dengan mengurangi asupan lemak, kita bisa kekurangan nutrisi penting yang diperlukan oleh tubuh.