“Di beberapa kabupaten, bahkan tidak ada satu pun psikolog profesional yang bertugas. Ini memperparah kesenjangan akses antara kota dan desa,” tambah dr. Hesti.
Stigma dan Kurangnya Literasi Kesehatan Mental
Selain keterbatasan infrastruktur, masalah utama lain adalah rendahnya literasi kesehatan mental. Banyak orang masih menganggap masalah kejiwaan sebagai hal yang tabu, memalukan, bahkan dianggap sebagai gangguan spiritual.
“Pendidikan kesehatan mental belum menyentuh akar masyarakat. Anak sekolah diajarkan menjaga tubuh, tapi tidak diajarkan bagaimana mengenali emosi dan stres,” jelas Rika, aktivis kesehatan mental dari komunitas Pulih.id.
Upaya Pemerintah Masih Parsial
Pemerintah memang telah menginisiasi program seperti layanan konsultasi daring melalui Sejiwa dan penyediaan layanan psikolog di puskesmas. Namun pelaksanaannya belum merata dan masih belum menjadi prioritas utama dalam sistem kesehatan nasional.
“Kita perlu pendekatan yang lebih sistematis, bukan sekadar program musiman. Kesehatan mental harus diintegrasikan ke dalam layanan primer, sama pentingnya dengan kesehatan fisik,” tegas Rika.