Perselingkuhan adalah perilaku yang secara moral maupun sosial dianggap salah. Meskipun begitu, tindakan ini seringkali terjadi karena alasan yang kompleks dan tidak selalu sesederhana sekadar "bosan" atau "tidak bahagia". Banyak kasus perselingkuhan justru mencerminkan adanya masalah emosional dan psikologis yang belum terselesaikan dalam diri pelakunya.
Beberapa orang menyimpulkan bahwa sekali selingkuh maka akan terus selingkuh, seolah itu adalah sifat yang sulit diubah—bahkan ada yang menyamakannya dengan penyakit yang susah sembuh. Tapi, apakah benar perilaku selingkuh selalu akan diulang?
Mengutip dari situs psikologi Psych Central, jawabannya tidak sesederhana itu. Perilaku selingkuh bisa sangat dipengaruhi oleh karakter individu, pengalaman hidup, serta keinginannya untuk berubah. Artinya, bukan tidak mungkin seseorang yang pernah berselingkuh bisa benar-benar berubah dan berhenti dari kebiasaan tersebut, asalkan disertai kesadaran dan komitmen.
Statistik Mengejutkan tentang Perselingkuhan
Sebuah data dari Journal of Marital and Family Therapy menunjukkan bahwa perselingkuhan ternyata lebih umum daripada yang dibayangkan. Sebanyak 57% pria dan 54% wanita mengaku pernah berselingkuh. Dari jumlah itu, sekitar 36% di antaranya berselingkuh dengan rekan kerja.
Menariknya, rata-rata durasi perselingkuhan berlangsung selama dua tahun, yang menunjukkan bahwa tindakan ini bukan sekadar insiden sekali waktu, melainkan bisa menjadi hubungan yang berlangsung cukup lama secara diam-diam.
Lebih lanjut, sebanyak 74% pria menyatakan bahwa mereka bersedia berselingkuh jika yakin tidak akan ketahuan. Sedangkan pada wanita, angka ini mencapai 68%. Fakta ini menunjukkan bahwa bukan hanya dorongan emosi atau cinta yang membuat seseorang selingkuh, tetapi juga dorongan kesempatan dan kepercayaan bahwa perbuatannya tidak akan terbongkar.