Terlebih lagi, interaksi di media sosial sering kali bersifat publik dan transparan. Komentar negatif, kritik, atau bahkan cyberbullying dapat memperparah rasa tidak aman diri. Pengguna yang menerima komentar buruk tentang penampilan atau tindakan mereka dapat merasa tertekan, bahkan hingga mengalami masalah kesehatan mental seperti kecemasan atau depresi. Dalam beberapa kasus, hal ini bisa menjadi dorongan untuk mengubah diri secara drastis, mulai dari penampilan fisik hingga perilaku sosial, demi mendapatkan penerimaan.
Aspek lain dari hubungan tersebut adalah fenomena budaya cancel yang sering terjadi di media sosial. Dalam dunia yang sangat terhubung ini, satu kesalahan bisa langsung menjadi berita besar dan memicu reaksi negatif yang luas. Individu yang menjadi target kritik publik dapat merasakan dampak yang sangat besar terhadap harga diri mereka. Rasa tidak aman yang muncul akibat potensi untuk dicemooh atau dibatalkan dapat membuat orang cenderung menarik diri dari pergaulan sosial.
Namun, tidak semua orang bereaksi sama terhadap media sosial. Sebagian individu mungkin mampu memanfaatkan platform ini sebagai sarana untuk mengekspresikan diri dan membangun komunitas yang mendukung. Meskipun demikian, penting untuk diingat bahwa media sosial tetap memiliki potensi untuk memicu atau memperburuk rasa tidak aman, tergantung pada bagaimana individu menggunakannya dan bagaimana mereka merespons konten yang mereka konsumsi.