Tren kuliner terus berkembang, dan kini dunia sedang dilanda demam Dubai chocolate bar, cokelat batangan khas Uni Emirat Arab yang sukses menggoda lidah serta imajinasi para pencinta makanan manis. Fenomena ini tidak hanya menjadi perbincangan di media sosial, tapi juga menginspirasi berbagai merek global untuk menciptakan versi mereka sendiri.
Awalnya, tren ini bermula secara sederhana namun inovatif. Pada tahun 2021, Sarah Hamouda, pendiri sekaligus CEO Fix Dessert Chocolatier yang berbasis di Dubai, menghadirkan kreasi unik berupa cokelat batangan yang berisi krim pistachio, tahini (saus khas Timur Tengah dari biji wijen), dan kadayif (sejenis adonan filo parut yang renyah). Meskipun awalnya hanya ditujukan untuk menghadirkan pengalaman dessert baru, kreasi ini justru meledak jadi tren global.
“Saya ingin membuat makanan penutup yang dibungkus cokelat, namun tetap tampak seperti cokelat batangan,” ujar Hamouda dalam wawancara dengan CNBC International, Selasa (3/6/2025). Ia mengaku tak menyangka jika ide sederhana tersebut akan menciptakan kegilaan internasional.
Yang awalnya hanya menerima satu atau dua pesanan dalam seminggu, Fix Dessert kini menerima puluhan pesanan setiap harinya. Lonjakan minat ini mencapai puncaknya pada Desember 2023, ketika cokelat tersebut viral di media sosial. Dalam waktu singkat, mereka menjual lebih dari 1,2 juta batang hanya dalam satu bulan dengan omzet yang fantastis: sekitar 22 juta dolar AS.
Namun ada satu ironi di balik kesuksesan luar biasa ini. Uni Emirat Arab, sebagai negara asal cokelat ini, tidak tergabung dalam perjanjian merek dagang internasional. Akibatnya, produk ini sangat mudah ditiru dan tidak dilindungi hak cipta global. Inilah yang membuka jalan bagi para produsen cokelat dari berbagai belahan dunia untuk ikut serta dalam “pesta” cokelat ala Dubai ini.