Dr Stamp mengatakan, takotsubo jarang terjadi, kecuali pada risiko yang menyerang jantung wanita setelah masa menopause.
"Tidak semua orang yang menderita (taktsubo) akan berujung pada risiko kematian, tergantung bagaimana penanganan kesehatan oleh yang bersangkutan dan lingkungan sekitarnya," tukasnya.
Penelitian sudah dilakukan dan para periset mengubah cara kita berpikir soal patah hati dalam pengertian medis.
"Misalnya, dalam beberapa tahun terakhir depresi telah dianggap sebagai faktor berisiko pada penyakit jantung yang berdiri sendiri," kata Dr Stamp.
"Sekarang, yakni 20 tahun setelahnya, ini bukanlah sesuatu yang orang katakan karena sepertinya lembut."
Telah ada juga sejumlah penelitian lebih lanjut soal bagaimana depresi tidak hanya berpengaruh pada masalah jantung, tapi juga memengaruhi pemulihan pasien.