Sebagai seorang pemimpin bangsa, segala aktivitas yang dilakukan oleh Presiden Republik Indonesia pasti menarik perhatian masyarakat. Hal ini termasuk momen-momen penting yang dirayakan dalam kebudayaan, seperti Lebaran. Salah satu presiden yang dikenal dengan tradisi unik pada perayaan Lebaran adalah Soeharto, presiden Indonesia yang menjabat selama 32 tahun. Setiap kali Lebaran tiba, Soeharto melakukan satu tradisi yang berasal dari era kuno, yakni sungkeman.
Sungkeman adalah sebuah tradisi yang banyak dijumpai di kalangan masyarakat Jawa dan Sunda. Praktik ini melibatkan sikap hormat seseorang dengan mencium kaki atau dengkul orang yang dihormati, yang biasanya adalah orang tua atau sosok tertua dalam keluarga. Istilah "sungkeman" sendiri berasal dari bahasa Jawa yang berarti sujud, menggambarkan tanda bakti dan penghormatan. Dalam konteks keluarga, tradisi ini menjadi simbol kasih sayang dan penghormatan kepada orang-orang yang lebih tua.
Dalam autobiografi berjudul "A Political Biography" yang ditulis pada 2008, terungkap bahwa setelah adzan subuh berkumandang, Soeharto bersiap-siap untuk melaksanakan salat Id di Masjid Istiqlal yang megah. Setelah salat, Soeharto kembali ke kediamannya di Jalan Cendana, di mana tradisi sungkeman dilaksanakan. Momen ini tidak hanya melibatkan dirinya, tetapi juga istri dan anak-anaknya yang ikut serta dalam acara tersebut. Hal ini menunjukkan bagaimana Soeharto meneruskan tradisi ini sebagai bagian dari identitas budaya yang dipegangnya.
Dalam setiap momen sungkeman, media sering meliput dan memberitakan acara tersebut, sehingga masyarakat luas menjadi lebih akrab dengan makna dan praktik tradisi sungkeman. Masyarakat merasa teredukasi mengenai nilai-nilai penghormatan kepada generasi yang lebih tua dan pentingnya mendapatkan doa restu dari mereka. Dalam suasana family gathering yang hangat ini, nilai kekeluargaan terlihat jelas, dan hal ini diteruskan dari generasi ke generasi.