Tampang

Sisi Gelap Dunia eSports: Tekanan, Toxicity, dan Kesehatan Mental

21 Jul 2025 10:30 wib. 18
0 0
Gamers
Sumber foto: Canva

Terakhir, ada tekanan finansial. Meskipun hadiah turnamen bisa sangat besar, tidak semua pemain mendapatkan gaji yang stabil atau jaminan keuangan. Banyak yang bergantung pada performa dan kontrak jangka pendek. Ketidakpastian ini menambah lapisan stres, terutama bagi mereka yang menjadikan eSports sebagai satu-satunya sumber penghasilan.

Lingkungan Toxicity yang Merusak

Selain tekanan performa, para atlet eSports juga harus berhadapan dengan lingkungan yang seringkali penuh toxicity atau perilaku beracun. Ini bisa datang dari berbagai sumber:

Toxicity dari Tim dan Rekan: Di dalam tim sendiri, persaingan internal, flaming (makian), atau blaming (saling menyalahkan) saat kalah bisa sangat merusak mental. Kurangnya komunikasi yang sehat atau kepemimpinan yang buruk dapat menciptakan suasana tegang dan tidak mendukung.

Toxicity dari Penggemar dan Komunitas: Penggemar yang kecewa seringkali melontarkan kritik pedas, hujatan, bahkan ancaman melalui media sosial atau platform streaming. Ini sering disebut cyberbullying. Anonimitas internet membuat individu merasa bebas meluapkan emosi negatif tanpa filter, dan atlet menjadi sasaran empuk. Tekanan publik ini bisa sangat menghancurkan kepercayaan diri.

Toxicity dari Lawan: Dalam pertandingan itu sendiri, taunting (ejekan) atau trash talk (kata-kata merendahkan) dari tim lawan bisa jadi bagian dari strategi mental game. Namun, jika berlebihan, ini bisa mengganggu fokus dan memicu stres.

Lingkungan yang terus-menerus terpapar toxicity ini bisa membuat atlet merasa terisolasi, tidak berharga, dan bahkan membenci game yang dulu mereka cintai.

#HOT

0 Komentar

Belum ada komentar di artikel ini, jadilah yang pertama untuk memberikan komentar.

BERITA TERKAIT

BACA BERITA LAINNYA

POLLING

Dampak PPN 12% ke Rakyat, Positif atau Negatif?