Tekanan terhadap nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus berlanjut dan menjadi perhatian sejak Kamis (27/6/2024). Mengacu data Refinitiv, dolar AS naik menjadi Rp16.420/US$ hanya dalam dua menit sejak perdagangan dibuka. Meskipun kemudian terdapat sinyal penguatan, rupiah berhasil ditutup dengan menguat tipis pada hari itu, yakni di level Rp16.395/US$ atau mengalami penguatan tipis sebesar 0,03% dalam sehari.
Dalam situasi pelemahan rupiah, tantangan cuaca, dan pergerakan harga beras internasional, pemerintah pun diminta untuk lebih berhati-hati sebelum mengambil keputusan terkait impor pangan, termasuk beras. Hal ini dihubungkan dengan potensi dampak permintaan beras oleh Indonesia di pasar internasional terhadap harga dan dinamika pasar global.
Muncul pertanyaan, seharusnya apakah pemerintah menahan kegiatan impor beras saat ini?
Guru Besar IPB, Dwi Andreas, mengungkapkan bahwa keputusan lanjut atau menahan impor beras di tengah situasi pelemahan rupiah sebenarnya bersifat situasional. Ia menilai bahwa rencana impor beras sebanyak 3,6 juta ton yang telah direncanakan sejak awal oleh pemerintah mungkin tidak akan menimbulkan masalah jika tetap dilanjutkan. Namun, kondisi akan berbeda jika pemerintah melanjutkan rencana impor beras tambahan sebanyak 5,17 juta ton tahun ini. Andreas meminta pemerintah untuk lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan.
Andreas menyampaikan pandangan bahwa impor beras sebanyak 3,6 juta ton tidak akan menimbulkan masalah jika dilanjutkan, karena pemerintah diyakini telah memiliki kontrak dengan beberapa negara sehingga tidak akan berdampak signifikan terhadap kenaikan harga. Namun, impor tambahan sebesar 5,17 juta ton perlu dipertimbangkan dengan lebih hati-hati mengingat situasi saat ini.