Picky eater adalah istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan individu, terutama anak-anak, yang memilih makanan dengan sangat selektif. Fenomena ini sering kali membuat orang tua merasa frustrasi, terutama ketika mereka berusaha untuk memberikan nutrisi yang seimbang dan sehat. Namun, memahami penyebab di balik kebiasaan picky eater ini dapat membantu menciptakan solusi yang lebih efektif dalam menghadapi masalah ini.
Pada umumnya, seorang picky eater akan memilih jenis makanan tertentu dan menolak makanan lainnya, bahkan jika makanan tersebut sehat dan bergizi. Misalnya, seorang anak mungkin menyukai pasta tetapi menolak sayuran. Situasi ini bukanlah hal yang jarang ditemui. Sekitar 20% hingga 30% anak-anak di seluruh dunia mengalami masalah menjadi picky eater. Namun, seiring bertumbuhnya usia, banyak dari mereka akan mulai memperluas pilihan makanan mereka.
Ada beberapa alasan yang mungkin mendasari perilaku picky eater pada anak-anak. Pertama, faktor genetik mungkin berperan. Penelitian menunjukkan bahwa beberapa orang memiliki rasa yang lebih sensitif terhadap rasa pahit atau tekstur tertentu. Anak-anak secara alami rentan terhadap rasa pahit, yang dimaksudkan sebagai mekanisme perlindungan untuk mencegah mereka mengonsumsi makanan yang mungkin beracun. Ini dapat menjelaskan mengapa banyak anak-anak menolak sayuran tertentu, terutama sayuran berdaun hijau yang sering memiliki rasa pahit.
Kedua, pengalaman masa kecil juga dapat berkontribusi pada perilaku picky eater. Jika anak mengalami tekanan atau ketidaknyamanan saat mencoba makanan baru, mereka cenderung menghindarinya di masa depan. Misalnya, jika seorang anak dipaksa untuk makan sayuran dalam suasana yang negatif, mereka mungkin mengasosiasikan sayuran tersebut dengan pengalaman buruk dan menolak untuk mengonsumsinya lagi. Lingkungan makan yang positif, di sisi lain, dapat membantu mengurangi kecenderungan picky eater.