Di dunia pariwisata, terdapat perbedaan mencolok antara negara-negara yang menjadi magnet bagi pengunjung dan mereka yang jarang disinggahi. Misalnya, Bangkok, Thailand, menduduki posisi sebagai kota paling banyak dikunjungi di dunia dengan sekitar 22 juta turis setiap tahunnya.
Diikuti oleh Paris, Prancis, yang berhasil menarik sekitar 19,1 juta pengunjung internasional setiap tahun. Namun, jangan salah, di balik popularitas kota-kota besar ini, ada sejumlah negara yang nyaris tidak terjamah oleh turis, menjadikan mereka sebagai destinasi yang bisa dibilang sangat tertutup.
Negara-negara yang paling jarang dikunjungi biasanya terletak di pulau-pulau terpencil di Samudera Pasifik. Hal ini menjadi salah satu alasan mengapa mereka tidak populer di kalangan pelancong. Faktor seperti jarak yang jauh, biaya perjalanan yang tinggi, dan waktu tempuh yang lama menjadi tantangan utama.
Tidak hanya itu, beberapa negara juga tergolong mahal untuk dikunjungi atau mungkin tidak memiliki daya tarik wisata yang memadai. Ketidakstabilan politik juga dapat menjadi pertimbangan turis, dengan beberapa negara dianggap berbahaya untuk dikunjungi.
Berdasarkan laporan terbaru dari Organisasi Pariwisata Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa dan diolah dari World Population Review, berikut adalah 10 negara dengan jumlah pengunjung paling sedikit pada tahun 2022:
1. Kiribati: 2.000 turis
2. Bhutan: 21.000 turis
3. Tonga: 22.000 turis
4. Samoa: 51.000 turis
5. Vanuatu: 65.000 turis
6. Papua Nugini: 69.000 turis
7. Liechtenstein: 101.000 turis
8. Cook Islands: 114.000 turis
9. Burkina Faso: 116.000 turis
10. Angola: 130.000 turis
Mari kita bahas lebih dalam tentang beberapa negara yang jarang dikunjungi ini, dimulai dengan Kiribati. Terletak di tengah Samudra Pasifik, Kiribati adalah negara kepulauan yang unik dan terisolasi. Dengan populasi sekitar 131.000, pada tahun 2022 hanya menerima sekitar 2.000 turis. Ini merupakan penurunan yang sangat signifikan dibandingkan dengan tahun 2019 ketika negara ini menyambut sekitar 12.000 pengunjung. Penurunan drastis ini diakibatkan oleh berbagai faktor, termasuk dampak dari pandemi COVID-19, tantangan infrastruktur, dan perubahan iklim yang semakin parah.