Pay-to-Win: Menggerogoti Keadilan Gameplay
Kritik paling fundamental terhadap microtransaction adalah praktik pay-to-win. Ini terjadi ketika pemain bisa membeli item atau kemampuan yang memberikan keuntungan signifikan dalam game, terutama dalam mode kompetitif. Misalnya, pemain bisa membeli senjata yang lebih kuat, karakter yang lebih tangguh, atau boost pengalaman yang mempercepat kemajuan.
Sistem pay-to-win merusak fondasi keadilan dalam sebuah game. Kemenangan tidak lagi ditentukan oleh skill, strategi, atau waktu yang diinvestasikan, melainkan oleh jumlah uang yang dihabiskan. Ini menciptakan jurang pemisah antara pemain "gratisan" dan pemain yang membayar. Pengalaman bermain menjadi tidak seimbang dan terasa tidak adil. Komunitas gamer yang mengutamakan kompetisi dan skill murni merasa dirugikan, membuat game terasa kurang otentik dan kompetitif.
Loot Box: Berjudi Terselubung dan Manipulasi Psikologis
Selain item langsung, banyak microtransaction yang hadir dalam bentuk loot box. Ini adalah kotak virtual yang berisi item acak dengan tingkat kelangkaan berbeda. Untuk membukanya, pemain harus membelinya dengan uang sungguhan. Sistem ini sangat kontroversial karena menyerupai perjudian. Pemain tidak tahu apa yang akan mereka dapatkan, menciptakan sensasi "untung-untungan" yang bisa memicu perilaku kompulsif untuk terus membeli.
Banyak negara bahkan telah melabeli loot box sebagai bentuk perjudian, melarang atau membatasinya. Mekanisme psikologis di baliknya sangat kuat: janji akan item langka dan kepuasan instan dari membuka kotak bisa memanipulasi pemain untuk terus mengeluarkan uang, mirip dengan mesin slot. Ini menimbulkan kekhawatiran etis, terutama karena target pasarnya seringkali termasuk anak-anak dan remaja yang lebih rentan.