Seperti yang dikatakan oleh Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, arah suku bunga BI sangat tergantung pada perkembangan kondisi ekonomi dan politik global, terutama kondisi ekonomi di Amerika Serikat. Meskipun pasar saat ini mengantisipasi dua kali penurunan suku bunga The Fed pada tahun ini, Josua berpandangan bahwa The Fed kemungkinan hanya akan menurunkan suku bunga satu kali pada kuartal IV 2024.
Dia juga melihat bahwa keputusan The Fed akan dipengaruhi oleh berbagai aspek lebih luas dari ekonomi AS, termasuk implikasi dari dinamika politik domestik di tengah proses pemilihan umum pada tahun tersebut. Dalam kondisi tersebut, peluang penurunan BI Rate akan muncul ketika The Fed mulai menurunkan suku bunga sehingga membuka kesempatan penurunan suku bunga di tahun depan.
Josua memperkirakan bahwa BI akan mempertahankan BI Rate pada 6,25% hingga akhir 2024 dan kemungkinan terbuka untuk penurunan suku bunga pada kuartal I 2025. Gouverneur BI, Perry Warjiyo, sebelumnya juga mengungkapkan bahwa ada peluang untuk menurunkan suku bunga pada tahun ini, dengan asumsi nilai tukar stabil.
Namun, Perry menegaskan bahwa fokus utama BI saat ini adalah menjaga stabilitas nilai tukar rupiah yang terus menguat. Sejauh ini, BI masih menahan suku bunga pada level 6,5%. Securities umb asa year to date, BI mencatat rupiah melemah 5,9%. Meskipun demikian, Perry menegaskan bahwa level tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan beberapa negara lain seperti Meksiko, Thailand, Korea Selatan, Brasil, dan Jepang yang mengalami pelemahan sebesar 3,3% secara year to date.