Di sisi lain, pemerintah Inggris juga disebut sedang mempertimbangkan untuk menghapus skema pembebasan bea masuk bagi barang impor bernilai rendah, mengikuti jejak AS. Jika kebijakan ini benar-benar diterapkan, maka strategi harga murah Temu dan Shein kembali akan menemui jalan buntu.
Secara keseluruhan, masa depan Temu dan Shein tampak semakin menantang. Setelah diblokir di Indonesia, mereka kini menghadapi pembatasan ketat di Amerika Serikat dan potensi hambatan di Eropa. Strategi yang sebelumnya menjadi kekuatan utama mereka—harga murah lewat pengiriman langsung dari pabrik—tampaknya mulai kehilangan relevansinya di tengah meningkatnya proteksionisme dan kebijakan ekonomi digital yang lebih ketat di berbagai negara.
Di tengah perubahan ini, yang menjadi pertanyaan besar adalah: apakah Temu dan Shein mampu bertahan dan beradaptasi? Mampukah mereka menemukan model bisnis baru yang tetap kompetitif namun sesuai dengan regulasi lokal di tiap pasar?
Yang pasti, kejayaan e-commerce murah dari China kini berada di persimpangan jalan. Mereka dituntut untuk tidak hanya menjual barang murah, tapi juga membuktikan kontribusi terhadap ekosistem digital lokal, perlindungan konsumen, dan praktik bisnis yang berkelanjutan.