Selain itu, Oktavianus Audi, Vice President, Head of Marketing, Strategy and Planning PT Kiwoom Sekuritas Indonesia, memberikan pandangannya terkait penguatan harga nikel pada akhir tahun 2024.
Audi mengatakan bahwa penguatan harga nikel lebih didorong oleh sentimen harga murah, yang sempat mencapai US$15.089 per ton pada 19 Desember 2024. Hal ini mendorong meningkatnya permintaan kontrak dalam perdagangan nikel.
Faktor lainnya yang mempengaruhi harga nikel adalah stabilitas ekonomi makro, terutama di China, dengan rilis data manufaktur Desember yang masih berada di zona ekspansif selama tiga bulan berturut-turut.
Meskipun demikian, Audi memperkirakan bahwa kondisi oversupply mulai menurun pada 2024 sebesar 174 kiloton berdasarkan data INSG. Produksi nikel dari Indonesia dan China yang meningkat berpotensi untuk membatasi kenaikan harga nikel di pasar global.
Di samping itu, Audi juga memperkirakan bahwa permintaan nikel dari China pada 2025 diperkirakan akan meningkat sebesar 4,9%. Hal ini didorong oleh perbaikan industri ship to ship (STS) dan meningkatnya permintaan baterai, yang kemudian dapat mendorong perbaikan harga nikel. China merupakan konsumen terbesar nikel global dengan kontribusi sebesar 63,5% terhadap konsumsi nikel di tingkat global.
Seiring dengan kenaikan harga nikel, logam dasar andalan Indonesia, seperti timah, juga mengalami kenaikan tipis sebesar 1,68% menjadi US$29.295 per ton dibandingkan dengan penutupan sebelumnya.