Harga nikel mengalami kenaikan tipis sebesar 0,68% menjelang penutupan tahun 2024, mencapai US$15.415 per ton pada akhir Desember 2024 di London Metal Exchange (LME).
Meski menguat, harga nikel masih berada di kisaran angka US$15.000-an, jauh di bawah rata-rata harga sepanjang 2023 yang mencapai US$21.688 per ton atau turun 15,3% dari tahun sebelumnya yang mencapai US$25.618 per ton.
Menurut Wahyu Tribowo Laksono, seorang pengamat komoditas dan pendiri Traderindo.com, sejak 19 November, harga nikel telah konsisten berkonsolidasi di rentang harga US$15.660 hingga US$16.300.
Rentang harga ini jauh dari potensi harga wajar yang diproyeksikan sekitar US$18.000 per ton. Meskipun terjadi penguatan atau pelemahan, Wahyu menjelaskan bahwa tidak ada faktor signifikan yang menjadi pemicu perubahan harga nikel.
Hal ini dikarenakan kondisi pasar yang relatif sepi dengan volatilitas yang rendah. Meskipun begitu, harga nikel tetap terjepit karena selama tahun 2024 mengalami penurunan yang signifikan.
Sentimen negatif terhadap harga nikel dipicu oleh terpilihnya Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Wahyu menyatakan bahwa Trump memiliki kebijakan yang lebih mendukung energi fosil dan kurang mendukung transisi energi hijau, yang berpotensi mengurangi permintaan kendaraan listrik dan akhirnya menekan permintaan nikel dari Indonesia. Hal ini memiliki dampak yang signifikan terhadap pasar nikel karena Amerika Serikat menjadi salah satu negara pengimpor utama nikel dari Indonesia.