Hal ini menandai perubahan signifikan dari tren historis perdagangan global, di mana pembeli emas di negara-negara Asia cenderung melakukan penjualan saat harga tinggi.
Namun, ini justru berbanding terbalik dengan negara-negara Barat yang memiliki perekonomian relatif kuat, terutama di AS.
Adrian Ash, direktur riset di layanan investasi emas online BullionVault, mengatakan, “Tidak ada urgensi untuk membeli emas. Konflik di Gaza dan Ukraina hanyalah bencana. Namun, hal-hal tersebut tidak berdampak secara jelas dan nyata (terhadap) investor barat saat ini.”
Sebaliknya, harga tinggi justru memicu penjualan emas di AS. Dalam beberapa minggu terakhir, platform perdagangan emas BullionVault melaporkan penjualan emas lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
“Orang-orang sangat senang dengan harga ini,” kata Ash.
Di toko emas Furman di Fifth Avenue, AS, jumlah orang yang datang untuk menjual dan menggadaikan perhiasan emas lebih dari tiga kali lipat di atas level normal sejak harga emas mulai mengalami reli pada akhir Februari.
Jason Collins, direktur Gerrards Precious Metals di kawasan perhiasan Hatton Garden yang bersejarah di London, mengatakan bahwa beberapa pelanggannya masih membeli emas karena adanya ketidakpastian terhadap sistem perbankan.
“Jika tiba-tiba terjadi sesuatu yang buruk di UK” dan “seluruh sistem perbankan runtuh. Emasmu di saku tidak akan jatuh,” katanya.
Meski begitu, Tobina Kahn, presiden butik emas House of Kahn Estate Jewelers, memberikan peringatan kepada pemilik emas untuk tidak menunda-nunda penjualan dan untuk bersiap-siap dalam halnya harga emas mungkin mencapai level US$3.000 per ons.
“Kami mendapatkan lebih banyak telfon dari klien yang ingin membawa perhiasan mereka,” katanya. “Saya sarankan kepada klien untuk membawa perhiasannya sekarang, karena kita sedang berada pada level harga yang belum pernah terjadi sebelumnya.”