Sebagai respons terhadap keputusan tersebut, sebanyak 296 dosen di wilayah Bali, NTB, dan NTT mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim. Surat terbuka tersebut berisi sejumlah tuntutan yang meminta agar penghapusan tukin tersebut dipertimbangkan kembali dan dihentikan. Para dosen ini menekankan pentingnya tukin sebagai bentuk apresiasi terhadap kinerja mereka yang selama ini berkontribusi besar dalam dunia pendidikan tinggi di Indonesia.
Para dosen juga mengingatkan bahwa, selain sebagai insentif, tukin juga berfungsi untuk meningkatkan kesejahteraan dosen. Sebagian besar dosen di perguruan tinggi, terutama di daerah-daerah seperti Bali, NTB, dan NTT, tidak hanya bergantung pada gaji pokok, tetapi juga pada tukin untuk memenuhi kebutuhan hidup dan mendukung kegiatan akademik mereka. Penghapusan tukin, menurut mereka, dapat menurunkan kualitas dan semangat pengajaran yang berdampak pada dunia pendidikan.
Dalam surat terbuka tersebut, ada beberapa tuntutan yang disampaikan oleh para dosen, antara lain:
- Membatalkan Penghapusan Tukin: Dosen meminta agar pemerintah mempertimbangkan kembali keputusan untuk menghapus tukin, karena dampaknya yang besar terhadap kesejahteraan dan motivasi dosen.
- Peningkatan Kesejahteraan Dosen: Selain masalah tukin, dosen juga meminta agar pemerintah memperhatikan kesejahteraan mereka secara lebih komprehensif, baik dari sisi gaji maupun fasilitas yang mendukung kinerja akademik.
- Pengakuan atas Kinerja Dosen: Dosen meminta agar kinerja mereka lebih dihargai, mengingat tantangan yang mereka hadapi dalam mendidik generasi penerus bangsa, apalagi di tengah situasi pandemi yang menuntut mereka untuk beradaptasi dengan teknologi pembelajaran.