Keputusan pemerintah untuk menghapus tunjangan kinerja (tukin) bagi dosen aparatur sipil negara (ASN) baru-baru ini memicu reaksi keras dari kalangan tenaga pendidik, terutama di wilayah Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Penghapusan tukin yang selama ini menjadi salah satu insentif bagi dosen, ternyata menimbulkan keresahan dan ketidakpuasan di kalangan dosen ASN di perguruan tinggi. Sebagai bentuk protes, Asosiasi Dosen ASN Seluruh Indonesia (ADAKSI) wilayah Bali, NTB, dan NTT mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim.
Penghapusan tukin yang diumumkan oleh pemerintah membuat seluruh dosen di perguruan tinggi (PT) geger, terutama mereka yang bekerja sebagai ASN. Tukin, atau tunjangan kinerja, selama ini menjadi salah satu insentif yang penting bagi dosen ASN untuk meningkatkan kinerja mereka dalam mengajar, melakukan penelitian, dan melaksanakan tugas lainnya di perguruan tinggi. Tunjangan ini menjadi salah satu pengakuan atas dedikasi dan kontribusi dosen dalam dunia pendidikan tinggi.
Namun, keputusan pemerintah untuk menghapus tukin tersebut menimbulkan kekhawatiran dan ketidakpuasan dari kalangan dosen. Mereka merasa bahwa penghapusan tukin bisa berdampak negatif pada semangat kerja dosen yang selama ini sudah terbiasa dengan insentif tersebut. Hal ini juga bisa mempengaruhi kualitas pendidikan di perguruan tinggi, karena motivasi dosen dalam menjalankan tugasnya akan berkurang tanpa adanya penghargaan yang jelas terkait kinerja mereka.