Purbaya menjelaskan, tambahan BLT akan menambah aliran uang di masyarakat, terutama di kelompok 40 persen terbawah, yang memiliki kecenderungan tinggi untuk membelanjakan uangnya. Ini berbeda dengan kelompok menengah-atas yang lebih cenderung menyimpan atau menginvestasikan dananya.
“Saat masyarakat bawah punya daya beli, mereka akan belanja kebutuhan pokok, transportasi, bahkan jasa. Ini akan menghidupkan ekonomi lokal secara langsung,” jelasnya.
Optimisme LPS: Stabilitas Sistem Keuangan Terjaga
Sebagai otoritas yang menjaga stabilitas sistem perbankan dan keuangan melalui mekanisme penjaminan simpanan, LPS melihat situasi ekonomi nasional dalam kondisi yang stabil dan resilien. Perbankan nasional mencatat likuiditas yang cukup longgar, non-performing loan (NPL) terkendali, dan pertumbuhan kredit yang mulai menguat.
Kondisi ini menurut Purbaya memberikan ruang bagi perbankan untuk lebih ekspansif dalam menyalurkan pembiayaan ke sektor produktif, khususnya sektor UMKM yang sangat bergantung pada konsumsi domestik.
“Kami yakin, kombinasi antara BLT, pertumbuhan kredit, dan stabilitas sistem keuangan akan membawa ekonomi ke level pertumbuhan 5,7 persen. Bahkan, bisa lebih tinggi jika didukung reformasi struktural yang konsisten,” tegasnya.
Tantangan Global: Risiko Tetap Diwaspadai
Meski optimisme tinggi, Purbaya mengingatkan bahwa risiko global masih harus diwaspadai, terutama ketidakpastian pasar keuangan internasional, tensi geopolitik, serta potensi perlambatan ekonomi di negara mitra dagang utama.
Namun demikian, ia menilai bahwa fondasi ekonomi Indonesia saat ini jauh lebih kuat, baik dari sisi fiskal, moneter, maupun sektor riil. Inflasi yang terkendali dan cadangan devisa yang cukup tinggi juga memberikan bantalan terhadap tekanan eksternal.
Perluas Jangkauan dan Literasi Keuangan