Dengan bukti-bukti baru ini, para peneliti menyimpulkan bahwa kematian Tutankhamun bukan karena tindakan kriminal, melainkan gabungan antara penyakit menular dan kondisi fisik yang rapuh, sebagian besar kemungkinan besar akibat kawin silang dalam keluarga kerajaan, yang meningkatkan risiko kelainan genetik.
Meski demikian, para ahli mengakui bahwa sebagian besar diagnosis ini tetaplah hipotesis ilmiah yang diperoleh dari kombinasi analisis DNA dan interpretasi terhadap artefak, bukan hasil dari pemeriksaan langsung menyeluruh pada tubuh sang firaun. Beberapa bagian tubuh Tutankhamun sudah rusak parah, yang membuat proses analisis lebih menantang.
Penelitian ini tidak hanya menguak misteri kematian seorang raja muda, tetapi juga memberikan wawasan baru mengenai bagaimana genetika, penyakit, dan budaya memengaruhi kehidupan bangsawan Mesir kuno. Meski sudah lebih dari tiga ribu tahun berlalu sejak kematiannya, Tutankhamun tetap hidup dalam ingatan dunia sebagai simbol kejayaan dan misteri peradaban Mesir Kuno.