Dalam wawancaranya dengan Live Science, ia menjelaskan bahwa kemunculan daratan baru di Laut Kaspia bukanlah hal yang pertama kali terjadi. Proses ini, menurutnya, merupakan bagian dari siklus fluktuasi jangka panjang yang dipengaruhi oleh sejumlah faktor alami.
“Pulau-pulau yang sempat tenggelam bisa kembali muncul ke permukaan saat permukaan air menurun secara signifikan,” ujar Podolyako.
Sejarah Fluktuasi Air di Laut Kaspia
Penurunan permukaan air Laut Kaspia sudah tercatat berulang kali dalam sejarah, mulai dari era 1930-an, 1970-an, dan terakhir kali terjadi secara signifikan pada 2010. Fenomena ini biasanya disebabkan oleh kombinasi antara penguapan tinggi, berkurangnya curah hujan, serta perubahan arus air dari sungai-sungai besar yang bermuara di Laut Kaspia, seperti Sungai Volga.
Tak hanya itu, aktivitas tektonik di bawah dasar laut juga menjadi salah satu faktor utama. Pergeseran lempeng bumi di kawasan tersebut bisa menyebabkan perubahan topografi dasar laut, yang pada akhirnya memunculkan daratan baru ke permukaan air.
Perubahan Iklim dan Dampaknya
Tak bisa dipungkiri, perubahan iklim global turut berperan dalam mempercepat fluktuasi permukaan air di berbagai wilayah, termasuk di Laut Kaspia. Peningkatan suhu global mendorong penguapan air yang lebih tinggi dan memengaruhi keseimbangan hidrologis di kawasan tersebut.
Meskipun ilmuwan belum mengaitkan secara langsung kemunculan pulau ini dengan perubahan iklim, banyak pakar percaya bahwa fenomena alam ekstrem seperti ini bisa menjadi indikator awal dari dampak nyata pemanasan global terhadap sistem alam tertutup seperti danau atau laut pedalaman.
Langkah Selanjutnya dari Ilmuwan
Meskipun masih dalam tahap awal pengamatan, penemuan pulau ini memberikan peluang besar bagi dunia ilmiah untuk memahami lebih dalam bagaimana interaksi antara geologi, iklim, dan dinamika air bisa menghasilkan daratan baru.