Tampang.com | Banyak yang belum menyadari bahwa aturan hukum mengenai gono-gini—yakni pembagian harta bersama dalam perkawinan—dibentuk bukan semata untuk mengatur, tetapi untuk melindungi hak perempuan, terutama para istri yang selama ini dianggap “hanya” sebagai ibu rumah tangga.
Dalam sejarahnya, perempuan seringkali tidak memiliki akses ekonomi mandiri. Setelah menikah, banyak yang memilih atau diharuskan berhenti bekerja untuk fokus mengurus rumah dan anak. Di sinilah letak pentingnya hukum gono-gini. Harta yang diperoleh selama masa perkawinan dianggap sebagai hasil kerja bersama, meskipun secara formal hanya salah satu pihak yang bekerja menghasilkan uang.
Menurut Pasal 35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama, kecuali ada perjanjian lain sebelumnya. Dengan kata lain, istri yang mengurus rumah tangga tetap berhak atas setengah bagian harta bersama ketika terjadi perceraian, karena kontribusinya tidak kalah penting dibanding suami yang bekerja di luar rumah.