Dalam beberapa waktu terakhir, publik dihebohkan dengan isu mengenai pembiayaan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) yang diklaim melibatkan Adhiya, seorang ketua tim cyber army. Menurut penyelidikan, Adhiya menerima uang ini dari tersangka lain, yaitu advokat Marcella Santoso, untuk menggerakkan 150 buzzer yang telah direkrutnya.
Adhiya, yang dikenal sebagai seorang tokoh dalam dunia digital, tidak hanya berfungsi sebagai penggerak tetapi juga pengatur strategi untuk menyebarkan narasi negatif terkait institusi pemerintah. Ratusan buzzer yang berada di bawah komandonya dikerahkan untuk memproduksi dan mendistribusikan konten negatif mengenai tiga perkara besar yang saat ini ditangani oleh Kejaksaan Agung, yakni kasus dugaan korupsi PT Timah, kasus dugaan impor gula, dan kasus dugaan suap penanganan perkara ekspor crude palm oil (CPO).
Berdasarkan pengakuan beberapa buzzer yang terlibat, mereka mengaku telah mendapatkan instruksi yang jelas dan terstruktur dari Adhiya. Instruksi ini termasuk jenis konten apa yang sebaiknya disebarkan, serta platform mana yang paling efektif untuk memperluas jangkauan informasi tersebut. Praktik ini tentu menciptakan atmosfer yang tidak sehat di tengah masyarakat, di mana informasi yang tidak akurat dan bersifat menyesatkan beredar luas.