“Pencarian planet ekstrasurya selama 20 tahun ke depan akan bergantung pada hasil tersebut,” katanya.
“Jika planet kerdil merah memiliki atmosfer, kami akan mengarahkan setiap teleskop di Bumi ke planet ini untuk mencoba melihat sesuatu.”
Jika kita dapat menemukan atmosfer tersebut, JWST akan digunakan untuk mencari tanda-tanda biosignature di atmosfer yang mungkin mengisyaratkan adanya kehidupan.
“Kami akan mencari ketidakseimbangan kimiawi,” kata Christiansen.
“Anda dapat menghasilkan karbon dioksida, metana, dan air di planet mana pun. Namun jika karbon dioksida, metana, dan air berada dalam rasio yang tidak dapat dipertahankan secara alami, maka Anda bisa membuat kesimpulan bahwa ada proses biologis yang terlibat,” ujarnya.
Teleskop masa depan, seperti Habitable Worlds Observatory dan Life yang tengah diproduksi Badan Antariksa Eropa, kemudian akan mencoba melakukan analisis yang sama untuk planet-planet analog Bumi yang mengorbit bintang seperti Matahari.
“Kelas mengemudi di ruang angkasa akan berfokus pada planet berbatu di zona layak huni,” kata Sascha Quanz, ahli astrofisika di ETH Zürich di Swiss yang memimpin program Life.
Lebih dari itu, ada pula perburuan kehidupan cerdas. Jason Wright, astronom di The Pennsylvania State University di AS, menyebut sebagian besar target masuk akal telah dicapai.
Pengamatan radio menunjukkan, dalam jarak sekitar 100 tahun cahaya dari Bumi, tidak terlihat suar kuat yang menunjuk ke arah Bumi, kata Wright.
Sekarang program seperti Breakthrough Listen di AS mengalihkan perhatian para astronom. Mereka mencari sinyal radio terarah yang datang dari planet yang lebih jauh di galaksi Bima Sakti. Mereka bahkan mulai mencari kebocoran komunikasi yang tidak disengaja dari planet serupa yang dipancarkan dari Bumi.
Teleskop yang akan diproduksi, terutama teleskop radio besar baru bernama Square Kilometer Array yang bisa diakses secara online pada tahun 2028 akan memperluas pencarian ini secara signifikan.
“Teknologi itu sangat menarik,” kata Wright. Namun Wright berkata, dengan teleskop radio modern, deteksi sebenarnya dapat dilakukan kapan saja.
Setidaknya ada tiga planet yang mengorbit di sekitar katai merah TRAPPIST-1 yang berada di "zona layak huni" bintang-bintang di mana air cair mungkin ada (Kredit: NASA)
Jika kita benar-benar menemukan bukti adanya kehidupan di luar angkasa, baik di tata surya kita, di planet ekstrasurya, atau di peradaban cerdas, maka bukti tersebut tidak akan menjadi bukti bisa dipercaya begitu saja.
Kemungkinan besar pengetahuan kita akan hal ini bakal muncul secara bertahap hingga pada titik di mana kehidupan di dunia lain itu tampaknya menjadi penjelasan yang paling masuk akal.
“Semakin banyak informasi yang Anda miliki, semakin Anda dapat menyingkirkan kemungkinan positif palsu,” kata Quanz.
Oleh karena itu, penemuan kehidupan di luar Bumi mungkin bukan sebuah momen yang menentukan. Bagaimana reaksi masyarakat terhadap kemungkinan tersebut merupakan pertanyaan yang menarik, kata Rees.
“Jika masih tentatif, hal ini harus dijelaskan oleh para ilmuwan. Kita berharap hal ini akan tercermin dalam laporan surat kabar mana pun,” ucapnya.
Contoh terbaru adalah deteksi fosfin di Venus dan dimetil sulfida di planet ekstrasurya. Keduanya merupakan petunjuk biologi yang masih diperdebatkan dan masih sangat tidak pasti.
Masih ada kemungkinan lain bahwa semua pencarian ini akan berakhir nihil. Hal ini merupakan hasil ilmiah yang menarik, karena memberi tahu kita bahwa kehidupan asing, jika memang ada, tidak umum di alam semesta.
“Hasil sia-sia memberi tahu Anda sesuatu yang secara fundamental penting tentang kehidupan, kata Quanz.
“Mungkin kehidupan seperti yang ada di Bumi ini sangat jarang ada,” ujarnya.