Tampang

Apakah Makanan Fermentasi Seperti Kimchi Benar-Benar Baik Untuk Kita?

6 Sep 2024 15:08 wib. 230
0 0
Apakah Makanan Fermentasi Seperti Kimchi Benar-Benar Baik Untuk Kita?
Sumber foto: Google

Di sisi lain, makanan fermentasi yang tidak mengandung bakteri hidup pun masih memiliki manfaat kesehatan tertentu. Vinderola menjelaskan bahwa, sebelum mati, mikroba menghasilkan molekul yang baik untuk kesehatan, seperti peptida. Selain itu, makanan dan minuman fermentasi tertentu juga memiliki manfaat kesehatan lainnya yang tidak kalah penting. Roti sourdough, misalnya, masih mengandung prebiotik setelah melalui proses pemanasan. Seperti diketahui, prebiotik dapat bermanfaat bagi mikrobioma usus kita.

Penelitian menemukan bahwa sebagian besar orang mengaku mengalami setidaknya satu gejala pencernaan, seperti perut kembung. Makanan fermentasi mampu mengurangi atau menghilangkan beberapa senyawa yang bisa memicu masalah pencernaan di sebagian orang. Senyawa-senyawa ini antara lain adalah oligosakarida, disakarida, monosakarida, dan poliol semuanya dapat difermentasi dan kerap disebut Fodmap.

Proses fermentasi juga mampu mengurangi atau menghilangkan kandungan gluten dalam beberapa makanan. Hal ini membuat makanan fermentasi menjadi baik dikonsumsi bagi penderita penyakit celiac atau masalah usus lainnya.

Cotter mengatakan bahwa mengonsumsi lebih banyak mikroba mampu melatih sistem kekebalan tubuh untuk bisa lebih membedakan mana kuman yang baik dan mana yang buruk, kata. Ketika sistem kekebalan tubuh kita kesulitan untuk memilah-milah kuman baik dan buruk, sambung Cotter, hal ini meningkatkan risiko penyakit autoimun, seperti penyakit radang usus. Dalam satu kajian terbaru, para peneliti menemukan sauerkraut kubis mentah yang dipotong halus dan difermentasi berpotensi memiliki dampak anti-inflamasi yang signifikan saat dikonsumsi. 

Bagaimana caranya? Claudia Stäubert dari Universitas Leipzig di Jerman dan rekan-rekannya menemukan bahwa sauerkraut meningkatkan konsentrasi metabolit yang berasal dari bakteri asam laktat dalam aliran darah. Ini dapat mengaktifkan reseptor yang disebut HCA3, yang memberi tahu sistem kekebalan tubuh saat ada zat asing dalam tubuh. Melalui penelitiannya, Stäubert mengonfirmasi sifat anti-inflamasi sauerkraut melalui aksi HCA3. Ini artinya sistem kekebalan tubuh kurang aktif, yang mana ini adalah sesuatu yang bagus," jelasnya.

“Sistem kekebalan tubuh yang buruk memiliki reaksi yang berlebihan. Hal ini bisa memicu penyakit autoimun. Maka dari itu, makan makanan fermentasi bagus untuk melatih sistem kekebalan tubuh menjadi kurang responsif,” imbuhnya.

Temuan yang terpenting adalah bahan kimia kecil di usus sangat berbeda antara konsumen dan non-konsumen makanan fermentasi," jelas salah satu penulis studi, Andres Gomez, asisten profesor mikrobiomik di Universitas Minnesota. Dalam penelitian kecil lain dengan peserta yang sama, Gomez dan koleganya menemukan bahwa skor kesehatan mental yang dilaporkan partisipan secara mandiri lebih konsisten di antara konsumen makanan fermentasi reguler.

Adapun laporan suasana hati dari kelompok yang tidak mengonsumsi makanan fermentasi lebih fluktuatif. Kendati demikian, perlu dicatat bahwa hasil ini belum dipublikasikan. Gomez juga melakukan penelitian belum dipublikasikan yang membandingkan efek makanan fermentasi organik versus konvensional dalam usus.

Dalam penelitian lain yang belum dipublikasikan, Gomez memberi makan tikus-tikus dengan diet tinggi gula dan lemak. Sejumlah tes laboratorium kemudian dilakukan untuk memastikan tikus-tikus tersebut telah mengalami depresi. Gomez kemudian memberi kombucha ke setengah dari total sampel tikus. Gejala depresi dilaporkan membaik yang mungkin terjadi berkat perubahan mikrobioma di tikus-tikus yang diberi kombucha dibandingkan dengan yang tidak.

0 Komentar

Belum ada komentar di artikel ini, jadilah yang pertama untuk memberikan komentar.

BERITA TERKAIT

BACA BERITA LAINNYA

POLLING

Apakah Indonesia Menuju Indonesia Emas atau Cemas? Dengan program pendidikan rakyat seperti sekarang.