Gomez melalui penelitiannya menemukan makanan fermentasi dapat menghasilkan metabolit yang diketahui membantu mengatasi obesitas. Walau sudah dipelajari secara lebih luas, belum dapat dipastikan mekanisme apa yang mendasari efek ini. Salah satu satu penjelasannya adalah beberapa nutrisi dalam makanan fermentasi mengandung metabolit yang membantu mengatur nafsu makan kita.
Metabolit ini mengatur neurotransmitter yang erat hubungannya dengan nafsu makan dalam tubuh. Sejumlah peneliti menyimpulkan dalam sebuah ulasan tahun 2023 bahwa ada beberapa mekanisme yang berbeda di balik hubungan antara konsumsi makanan fermentasi dan risiko obesitas. Walaupun menjanjikan, dibutuhkan penelitian lebih panjang untuk memahami ini.
Sebagai contoh, Cotter menemukan bahwa beberapa versi kefir lebih baik dalam mengontrol kolesterol. Sementara ada pula jenis kefir yang bagus untuk mengatasi kecemasan dan stres melalui sumbu usus-otak. Tantangannya di sini adalah ketika seseorang membuat makanan fermentasi secara rumahan, dia mungkin tidak tahu sedang membuat versi yang mana Bisa saja makanan fermentasi yang mereka punya tidak cocok dengan kebutuhan spesifik mereka, Perlu lebih banyak penelitian untuk menelaah prosedur fermentasi yang dipersonalisasi sehingga Anda dapat memanfaatkan mikroba yang tepat untuk kebutuhan spesifik Anda.
Beberapa makanan fermentasi mengandung amina yang terbentuk ketika asam amino dipecahkan bakteri tertentu. Orang-orang yang sensitif terhadap histamin dan amina lainnya berpotensi mengalami sakit kepala akibat mengonsumsi makanan fermentasi yang tinggi kandungan produk sampingan ini.
Kadar gula tinggi juga terdapat di beberapa produk fermentasi massal, seperti minuman ringan dan teh kombucha siap saji. Selain itu, meskipun bakteri probiotik dalam makanan fermentasi dapat mencegah pertumbuhan mikroba berbahaya, masih ada risiko bakteri penyebab keracunan makanan dalam makanan yang tidak dipasteurisasi.
Penelitian Gomez menemukan bahwa mereka yang makan makanan fermentasi sepanjang hidup memperoleh manfaat kesehatan permanen dalam mikrobioma usus mereka. Catatan Gomez menunjukkan bahwa, di antara peserta dalam penelitiannya tentang makanan fermentasi dan kesehatan mental, satu orang berasal dari Korea, sementara yang lain berasal dari Amerika Serikat. Peserta asal Korea ini memiliki bakteri usus yang terkait dengan kimchi.
"Peserta asal AS mungkin baru belakangan mulai mengonsumsi makanan fermentasi. Sementara orang Korea makan banyak kimchi, dan peserta Korea ini sudah memakannya sejak kecil," kata Gomez.
Temuan ini membuat Gomez bertanya-tanya apakah ada efek permanen dari mengonsumsi makanan fermentasi dalam jangka waktu yang lama. Namun, Gomez menggarisbawahi bahwa orang-orang yang baru mulai makan makanan fermentasi tetap bisa menikmati manfaatnya.
Apa pun makanan fermentasi apa pun yang ingin Anda coba, Vinderola menyarankan untuk mengonsumsinya secara teratur.
“Memperoleh manfaat kesehatan apa pun tergantung atas seberapa sering Anda memakannya,” ujarnya.
Anda harus memakannya secara teratur, karena sistem kekebalan tubuh membutuhkan stimulasi terus menerus.