Menurut Lutnick, tarif baru ini akan mencakup smartphone, komputer, dan berbagai perangkat elektronik lainnya, serta mencakup juga obat-obatan dan semikonduktor. Namun, berbeda dengan kebijakan tarif balasan yang dikenakan terhadap barang-barang China, tarif ini akan memiliki struktur yang berbeda dan tidak bersifat "balas dendam".
Tarif Balas Dendam: Situasi yang Semakin Rumit
Kebijakan saling balas tarif antara Amerika Serikat dan China semakin memanas dalam beberapa bulan terakhir. Washington sebelumnya menerapkan tarif hingga 145 persen terhadap berbagai produk China, sebagai bagian dari langkah proteksi terhadap industri dalam negeri.
Sebagai respons, Beijing membalas dengan tarif sebesar 125 persen terhadap produk-produk asal Amerika yang masuk ke China. Kebijakan saling membalas ini menciptakan ketegangan baru dalam hubungan dagang kedua negara, serta meningkatkan kekhawatiran investor akan terganggunya rantai pasok global, terutama dalam industri teknologi.
Reaksi Pasar dan Pelaku Industri
Pasar saham Amerika Serikat langsung merespons kebijakan "putar balik" ini dengan pergerakan harga yang fluktuatif. Saham Apple dan Dell yang sempat naik setelah pengumuman pengecualian tarif, kembali mengalami tekanan setelah Trump mengklarifikasi bahwa produk mereka tetap akan dikenai tarif khusus.
Pelaku industri pun dibuat bingung dengan ketidakpastian kebijakan yang terus berubah dalam waktu singkat. Konsistensi kebijakan perdagangan menjadi isu utama, apalagi di tengah upaya perusahaan untuk menata ulang strategi produksi dan rantai distribusi di tengah ketegangan geopolitik.
Apakah Ini Strategi Politik atau Langkah Ekonomi?
Banyak pengamat menilai bahwa keputusan Trump ini bukan sekadar kebijakan ekonomi, tetapi juga bagian dari strategi politik menjelang pemilihan umum. Dengan memainkan isu keamanan nasional dan proteksi industri dalam negeri, Trump tampaknya ingin menunjukkan bahwa pemerintahannya tegas dalam menghadapi dominasi ekonomi China.