Perjalanan Anduril ke puncak tidak lepas dari keterlibatannya dalam berbagai proyek besar bersama pemerintah AS dan perusahaan teknologi global. Tahun lalu, Anduril terpilih menjadi salah satu dari dua perusahaan yang dipercaya oleh Angkatan Udara AS untuk merancang dan menguji prototipe drone tempur kolaboratif masa depan.
Tak hanya itu, Anduril juga berkolaborasi langsung dengan raksasa seperti OpenAI dalam mengembangkan sistem anti-drone berbasis AI yang akan digunakan untuk misi keamanan nasional. Kerja sama ini menunjukkan bahwa meski mereka menjadi pesaing dalam daftar startup, mereka tetap bersinergi dalam pengembangan teknologi strategis.
Di luar kerja sama tersebut, Anduril juga menjalin kemitraan dengan Meta dalam pembuatan headset AR dan VR yang didesain khusus untuk keperluan militer AS, terutama Angkatan Darat. Bahkan, Anduril mengambil alih program strategis milik Microsoft yang bernama Integrated Visual Augmentation System (IVAS), yakni perangkat wearable canggih untuk militer dengan nilai proyek mencapai US$22 miliar atau sekitar Rp357,7 triliun.
Dominasi Teknologi Pertahanan di Daftar Disruptor CNBC
CNBC mencatat bahwa untuk pertama kalinya dalam 13 tahun, sektor teknologi pertahanan mendominasi posisi teratas daftar Disruptor 50. Selain Anduril, ada nama-nama lain seperti Flock Safety, Saronic Technologies, dan Shield AI yang juga berasal dari industri serupa. Ini menandakan adanya pergeseran signifikan dalam lanskap startup global, di mana sektor pertahanan kini mendapat sorotan dan pendanaan besar-besaran.
Laporan tersebut memprediksi bahwa tren pertumbuhan perusahaan teknologi pertahanan akan terus berlanjut seiring meningkatnya dana investasi yang masuk ke sektor ini. Anduril sendiri baru saja memperoleh pendanaan tambahan sebesar US$2,5 miliar (sekitar Rp40,6 triliun), menegaskan posisi mereka sebagai pemimpin dalam industri ini. Perusahaan lain seperti Saronic juga mengalami peningkatan dana yang luar biasa, dengan total pendanaan mencapai US$600 juta (Rp9,7 triliun).