Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) membawa pandangan baru terkait dengan kehadiran satelit orbit rendah milik Elon Musk, Starlink, yang dianggapnya sebagai risiko besar bagi industri telekomunikasi bergerak. Hal ini memicu usulan ATSI kepada pemerintah untuk memangkas harga dasar lelang spektrum 700 MHz dan 26 GHz sebagai langkah mengantisipasi risiko yang semakin meningkat dalam menjalankan bisnis seluler.
Menurut Sekjen ATSI, Marwan O Baasir, Starlink memperkenalkan sebuah risiko baru bagi industri seluler karena pasar Starlink dan operator seluler memiliki pelanggan yang tumpang tindih, terutama di sektor pelanggan ritel. Starlink menawarkan layanan internet dengan harga bulanan sekitar Rp750.000, menargetkan pelanggan di daerah perkotaan maupun pedesaan yang saat ini menjadi pangsa pasar potensial bagi operator seluler.
Marwan memperingatkan bahwa Starlink memberikan risiko yang signifikan bagi bisnis operator seluler, terutama di tengah biaya regulasi industri telekomunikasi yang sudah cukup tinggi. Rasio biaya regulasi terhadap pendapatan operator seluler saat ini mencapai 12,3%, angka yang jauh melampaui standar global sebesar 7%.
Menurut Marwan, ketika pertumbuhan Starlink terus meningkat, nilai dari spektrum 700 MHz juga akan turun. Oleh karena itu, ATSI mendorong pemerintah untuk tidak menaikkan harga lelang spektrum tersebut, karena hal ini dapat menimbulkan risiko baru bagi bisnis operator seluler.