Selain itu, Pony.ai yang mendapatkan dukungan dari Toyota Motor dari Jepang juga menargetkan untuk meningkatkan jumlah robotaxi-nya dari 300 unit saat ini menjadi 1.000 unit pada 2026. Mereka mencatat bahwa diperlukan waktu sekitar lima tahun untuk mencapai keuntungan yang berkelanjutan dari operasional robotaxi, setelah itu baru dapat melakukan ekspansi secara signifikan.
WeRide merupakan salah satu perusahaan yang berkecimpung dalam sektor taksi otomatis, bus, dan penyapu jalan. Sementara itu, AutoX yang mendapat backing dari Alibaba Group telah memulai operasionalnya di kota-kota besar seperti Beijing dan Shanghai. SAIC mengawali operasional robotaxi sejak akhir tahun 2021 dan menunjukkan komitmen mereka dalam menghadirkan inovasi di bidang transportasi.
Seiring dengan itu, Managing Director Boston Consulting Group, Augustin Wegscheider, menuturkan bahwa China telah mengalami percepatan dalam pengembangan teknologi kendaraan otonom, hal ini didorong oleh kemudahan dalam memperoleh izin uji coba. Di sisi lain, negara-negara seperti AS cenderung mengambil pendekatan lebih bertahap dalam penerapan taksi otomatis.
Waymo, yang merupakan anak perusahaan Alphabet, adalah satu-satunya perusahaan yang saat ini mengelola robotaxi di AS. Dengan memiliki sekitar 1.000 kendaraan yang beroperasi di San Francisco, Los Angeles, dan Phoenix, Waymo berpotensi terus memperluas jangkauannya. Di sisi lain, Cruise, yang didukung oleh General Motors, sempat menangguhkan operasionalnya setelah salah satu kendaraan mereka terlibat insiden di area pejalan kaki, namun mereka kini berkomitmen untuk lebih fokus pada aspek keamanan di tiga kota besar.
Kendati begitu, perdebatan mengenai masalah keselamatan kendaraan otonom masih berlangsung, terutama di AS, di mana pengembang robotaxi sering menghadapi kritik menyangkut tingkat keamanan yang lebih tinggi. Meskipun di China juga tak lepas dari isu keamanan, pemerintah setempat lebih responsif dalam memberikan izin untuk pengujian guna mendukung pertumbuhan ekonomi.