Namun, Smit juga mengingatkan bahwa ekosistem laut dalam memiliki struktur yang sangat sensitif. Ia menyebutkan bahwa kerusakan pada satu titik ekosistem dapat mengganggu keseluruhan arsitektur samudra. “Laut dalam adalah arsitek utama kehidupan laut. Jika satu titik rusak, konsekuensinya bisa menghancurkan sistem pendukung kehidupan bawah laut,” ujar Smit.
Kekhawatiran serupa juga dilontarkan oleh para peneliti lingkungan. Aktivitas manusia yang semakin dalam merambah laut dalam dianggap bisa mempercepat kerusakan ekologis, terutama di tengah perubahan iklim global. Aktivitas eksploitasi dasar laut dikhawatirkan akan mengganggu keseimbangan biota laut yang selama ini tidak banyak terganggu manusia.
Namun, dari sisi strategi nasional, pembangunan laboratorium laut dalam ini merupakan bagian dari ambisi besar China untuk menjadi “kekuatan maritim utama dunia.” Dalam visi Presiden Xi Jinping, kekuatan laut merupakan bagian integral dari konsep “revitalisasi nasional”. China tak hanya ingin menjadi kekuatan darat dan ekonomi, tetapi juga ingin mendominasi wilayah laut dan teknologi terkait.
Dengan memiliki fasilitas pengujian laut dalam, China memberikan ruang bagi institusi dan perusahaan untuk mengembangkan, menguji, dan menyempurnakan teknologi mereka. Ini sekaligus menjadikan negara tersebut sebagai pemimpin dalam pengembangan ekonomi maritim dan manufaktur laut-dalam.
“Laut dalam adalah wilayah strategis masa depan,” kata Cui Xiaojian. “Penguasaan teknologi dan ekosistem di wilayah ini akan memperkuat daya saing industri dan ekonomi laut.”
Laboratorium bawah laut ini bukan hanya sekadar simbol kekuatan, melainkan juga platform kolaboratif bagi dunia akademik dan industri. Potensinya sangat besar—mulai dari pengembangan kendaraan laut otonom, sistem komunikasi bawah laut, teknologi energi laut, hingga pemantauan lingkungan laut secara real time.