China kembali membuat gebrakan ilmiah dengan mengumumkan beroperasinya laboratorium laut dalam terbaru mereka di Laut China Selatan, berjarak sekitar 200 kilometer dari pesisir Provinsi Hainan. Fasilitas ini melengkapi jaringan laboratorium bawah laut yang telah dibangun sebelumnya di perairan lepas pantai Provinsi Shandong, Zhejiang, dan Guangdong—mengukuhkan posisi China sebagai negara dengan pengawasan strategis di utara, selatan, dan barat wilayah lautnya.
Laboratorium laut dalam ini bukan sekadar proyek ilmiah biasa. Menurut Chu Jun dari Kementerian Sumber Daya Alam China, laboratorium tersebut diharapkan menjadi pusat utama pengujian teknologi laut, eksplorasi sains, pengembangan peralatan investigasi, dan pemanfaatan sumber daya laut yang terbarukan. “Karena semakin banyak institusi dan perusahaan yang mengembangkan produk laut-dalam, maka dibutuhkan tempat pengujian yang mumpuni," ujar Chu seperti dikutip oleh IFL Science (12/6/2025).
Laboratorium ini terletak di kedalaman 1,3 hingga 1,5 kilometer di bawah permukaan laut, menghadirkan lingkungan ekstrem dengan tekanan tinggi dan suhu rendah. Kondisi tersebut sangat cocok untuk pengujian teknologi dan eksperimen ilmiah yang membutuhkan validasi ekstrem. Menurut Cui Xiaojian dari Badan Pengelola Laut Provinsi Hainan, fasilitas ini tak hanya digunakan untuk penelitian, tetapi juga untuk verifikasi kualitas, inkubasi teknologi, dan sertifikasi produk.
Namun, di balik kemajuan teknologi ini, muncul kekhawatiran dari berbagai kalangan. Sejumlah pihak menyambut positif langkah China karena melihat potensi besar laut dalam sebagai sumber daya masa depan. CEO Oceans Minerals, Hans Smit, menyatakan bahwa dasar laut menyimpan cadangan mangan, nikel, kobalt, dan tembaga—material penting untuk pembuatan mobil listrik dan pembangkit energi terbarukan. “Cadangan di daratan terbatas dan eksploitasi besar-besaran justru akan menghancurkan ekosistem. Maka, laut dalam menjadi alternatif logis,” jelasnya.