Para komposer profesional bahkan mulai menjadikan AI sebagai co-creator, bukan pesaing. Mereka menggunakan hasil AI sebagai dasar, lalu menyempurnakan dengan sentuhan manusia untuk menjaga keunikan emosional dan karakteristik musikal.
Dari Eksperimen Jadi Revolusi
Beberapa teknologi populer di balik ini antara lain neural audio synthesis dan text-to-music AI generator. Model ini dilatih dengan jutaan data lagu dari berbagai era dan genre, lalu diajarkan untuk memahami struktur musik—dari intro, verse, chorus, hingga bridge.
AI mampu mengenali bahwa lagu balada sering memakai nada minor, bahwa musik EDM membutuhkan build-up yang dramatis, dan bahwa lagu romantis cenderung punya tempo lambat dan melodi yang menyentuh.
Tak heran, hasil komposisi AI kini semakin sulit dibedakan dari karya manusia.
Etika dan Originalitas Jadi Sorotan
Meski dinilai memudahkan, muncul pula pertanyaan serius:
-
Siapa pemilik hak cipta lagu yang dibuat AI?
-
Apakah AI sedang “menjiplak” dari data pelatihan?
-
Bagaimana nasib musisi dan pencipta lagu jika pasar mulai memilih karya AI karena lebih murah dan cepat?
Perdebatan ini sedang berlangsung di banyak negara. Beberapa yurisdiksi mulai menetapkan bahwa karya AI harus ditandai secara jelas, dan tidak bisa diklaim sebagai karya orisinal manusia.