Di sisi lain, kebijakan ini juga berdampak luas pada lanskap industri teknologi global. Banyak produsen ponsel dan perangkat elektronik lain yang selama ini mengandalkan China sebagai basis produksi utama mereka juga bisa ikut terkena imbas. Jika tren tarif tinggi terus berlangsung, bukan tidak mungkin akan terjadi pergeseran besar-besaran dalam lokasi manufaktur global, dari China ke negara-negara seperti India, Vietnam, bahkan mungkin AS sendiri.
Namun, yang menjadi pertanyaan besar saat ini adalah: apakah Apple akan berani mengambil risiko investasi besar-besaran untuk membangun fasilitas produksi di AS, atau akan memilih tetap beroperasi di Asia dengan konsekuensi harga jual produk yang lebih mahal di pasar domestik Amerika?
Kebijakan tarif Trump bisa jadi akan mendorong harga iPhone melonjak signifikan di pasar AS, bahkan bisa menembus angka fantastis hingga Rp 56 juta. Jika itu terjadi, konsumen kemungkinan akan mencari alternatif yang lebih terjangkau. Ini tentu menjadi dilema besar bagi Apple, yang selama ini dikenal dengan strategi harga premium dan citra eksklusif.
Apapun keputusan Apple nanti, jelas bahwa mereka sedang menghadapi tantangan besar yang akan menentukan arah perusahaan untuk beberapa tahun ke depan. Tidak hanya dari sisi produksi, tetapi juga dari aspek strategi global, hubungan diplomatik, dan adaptasi terhadap perubahan kebijakan internasional.