Starlink, layanan internet satelit besutan SpaceX yang dipimpin Elon Musk, kembali membuat gebrakan strategis demi memperluas jangkauan dan memperkuat basis pelanggannya. Di tengah tekanan bisnis dan gejolak politik yang menyertai berbagai lini usaha milik Musk, Starlink meluncurkan paket internet murah yang dinamakan 'residential lite'.
Program ini pertama kali diperkenalkan pada awal tahun 2025 di 15 negara bagian Amerika Serikat (AS). Seiring waktu, cakupan layanannya diperluas dan kini telah menjangkau lebih dari 30 negara bagian, termasuk wilayah terpencil seperti Alaska, serta beberapa bagian dari California, Texas, dan New England.
Paket ini dirancang sebagai alternatif lebih terjangkau dibandingkan paket standar Starlink, yang sebelumnya menjadi satu-satunya pilihan pelanggan rumahan. Pengguna yang ingin mengetahui apakah wilayah tempat tinggal mereka sudah tercakup dalam program ini dapat mengakses informasi tersebut melalui situs resmi Starlink. Namun sayangnya, hingga kini paket 'residential lite' belum tersedia di luar Amerika Serikat, termasuk Indonesia.
Belum diketahui secara pasti apakah program ini akan diperluas secara global atau hanya akan difokuskan untuk pasar AS saja. Jika melihat tren pengembangan Starlink selama ini, tidak menutup kemungkinan bahwa paket versi murah ini akan masuk ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia. Namun, keputusan akhir tentu bergantung pada strategi bisnis jangka panjang SpaceX dan respons pasar domestik di AS.
Dari segi harga, paket 'residential lite' dibanderol sebesar US$80 per bulan, setara dengan sekitar Rp1,3 juta. Bandingkan dengan paket reguler 'residential' di AS yang mematok tarif US$120 per bulan, atau sekitar Rp1,9 juta. Meskipun lebih murah, layanan versi lite ini tetap menawarkan akses data tanpa batas (unlimited). Perbedaan utamanya terletak pada kecepatan internet, yang hanya dibatasi pada rentang 50 hingga 100 Mbps. Selain itu, pengguna paket ini juga lebih berisiko mengalami penurunan kecepatan saat jam sibuk atau ketika trafik tinggi.