Telegram, aplikasi pesan instan yang sangat populer di berbagai negara, kini menghadapi gugatan hukum dari otoritas Malaysia. Tindakan hukum ini diambil karena munculnya berbagai konten bermasalah yang tersebar melalui dua kanal di platform tersebut. Pemerintah Malaysia menyatakan bahwa konten-konten itu memiliki potensi membahayakan stabilitas sosial dan kepercayaan terhadap institusi negara.
Komisi Komunikasi dan Multimedia Malaysia (MCMC) telah mendapatkan perintah pengadilan untuk sementara waktu menghentikan penyebaran konten dari dua saluran Telegram yang menjadi sorotan, yakni Edisi Siasat dan Edisi Khas. Menurut pernyataan resmi dari MCMC, kedua kanal tersebut memuat materi yang dinilai bisa memicu ketidakpercayaan terhadap lembaga nasional serta mengganggu keharmonisan masyarakat.
“Konten di dua saluran ini berpotensi merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga negara dan dapat mengancam ketertiban sosial,” ungkap pihak komisi dalam keterangannya, sebagaimana dikutip oleh Reuters pada Kamis, 19 Juni 2025.
Hingga saat ini, pihak Telegram belum memberikan tanggapan resmi atas kasus hukum yang menjerat platformnya di Malaysia. Sementara itu, pengadilan belum merinci secara eksplisit jenis konten apa saja yang dianggap membahayakan hingga layak untuk diberi sanksi hukum.
Peluang Pembelaan Masih Dibuka untuk Telegram
Meski menghadapi tekanan hukum, Komisi Komunikasi dan Multimedia menegaskan bahwa Telegram tetap diberikan ruang untuk membela diri. Hal ini dilakukan demi menjunjung tinggi prinsip keadilan dan hak asasi.
“Telegram tetap diberikan kesempatan yang adil untuk menyampaikan pembelaannya, sesuai dengan prinsip keadilan serta hak-hak dasar yang berlaku,” tambah pihak komisi dalam pernyataan tertulisnya.
Langkah hukum ini menandai babak baru dalam hubungan antara pemerintah Malaysia dengan platform digital internasional. Pemerintah tampaknya semakin aktif mengawasi serta menindak platform yang dianggap tidak cukup berkontribusi dalam menjaga ketertiban dunia maya, khususnya dalam konteks lokal.