Partai oposisi di Australia juga memberikan dukungannya terhadap undang-undang tersebut. Kebijakan ini diperkirakan akan memiliki dampak besar terhadap bisnis perusahaan media sosial global, termasuk Meta (yang memiliki Instagram dan Facebook), Bytedance (pemilik TikTok), serta media sosial X milik Elon Musk.
Albanese menegaskan bahwa anak-anak masih diperbolehkan untuk mengakses aplikasi chat, game online, serta aplikasi yang bersifat edukatif dan kesehatan, dan juga layanan seperti YouTube. Hal ini menjadi pernyataan bahwa undang-undang ini tidak bermaksud untuk menghalangi akses informasi dan hiburan yang bermanfaat bagi anak-anak.
Langkah keras yang diambil oleh Australia ini didasari oleh kekhawatiran akan risiko kecanduan dan dampak negatif media sosial terhadap kesehatan mental dan fisik anak-anak. Perempuan di awah usia 16 tahun rentan terhadap gangguan terkait citra tubuh (body image), sementara laki-laki dapat terpapar pada konten-konten misoginis yang berpotensi merusak pola pikir mereka.
Tidak hanya Australia, negara-negara lain juga telah mengambil langkah serupa terkait regulasi media sosial bagi anak-anak. Sebagai contoh, Prancis baru-baru ini mengajukan aturan yang melarang anak di bawah usia 15 tahun untuk menggunakan media sosial. Namun, di Prancis, terdapat pengecualian bagi anak-anak yang mendapatkan izin dari orang tua.