DeepSeek: Pusat Sorotan dalam Ketegangan AS-China
Ketegangan antara AS dan China dalam sektor teknologi bukanlah hal baru. Namun, perhatian khusus belakangan ini tertuju pada DeepSeek, salah satu perusahaan AI asal China yang dilaporkan memiliki hubungan erat dengan militer dan badan intelijen negara tersebut.
Menurut laporan dari Reuters, DeepSeek bahkan sempat mendapatkan akses ke chip buatan Nvidia, yang merupakan salah satu komponen utama dalam pengembangan AI canggih. Penggunaan chip ini memungkinkan DeepSeek untuk membangun model AI yang disebut-sebut bisa menyaingi ChatGPT milik OpenAI, namun dengan efisiensi biaya yang jauh lebih rendah.
Klaim tersebut mengejutkan dunia teknologi global, dan sejak itu, DeepSeek mulai dilarang penggunaannya di berbagai lembaga dan perusahaan di AS. Larangan ini diberlakukan bukan hanya karena kekhawatiran akan keamanan data, tetapi juga karena potensi penyalahgunaan sistem AI dalam operasi militer dan intelijen asing.
Mengapa AI Asing Dipandang sebagai Ancaman?
Di tengah pesatnya perkembangan teknologi AI, negara-negara besar seperti AS, China, dan Rusia kini saling berlomba dalam penguasaan teknologi pemrosesan data cerdas yang dapat digunakan di berbagai bidang—mulai dari militer, ekonomi, hingga pengawasan sosial. Namun, seiring dengan kemajuan ini, muncul pula kekhawatiran serius tentang bagaimana teknologi tersebut bisa disalahgunakan.
AI memiliki kapabilitas luar biasa dalam mengolah data dalam jumlah besar, melakukan prediksi, serta menganalisis perilaku pengguna. Jika digunakan secara tidak bertanggung jawab, AI bisa menjadi alat untuk pengawasan massal, penargetan siber, bahkan disinformasi terstruktur.
Inilah mengapa AS melihat perlunya menutup celah yang memungkinkan AI buatan negara-negara musuh masuk ke dalam sistem pemerintahan mereka yang sangat sensitif. Jika sistem AI semacam itu disusupi malware atau pintu belakang (backdoor), maka konsekuensinya bisa sangat fatal—terutama bagi keamanan nasional dan rahasia negara.