Sementara itu, Jepang menjadi salah satu penyumbang terbesar dalam peningkatan intensitas emisi, seiring dengan berkembang pesatnya industri chip di negara tersebut. Negeri Sakura memang sedang gencar mendorong produksi semikonduktor dalam negeri sebagai bagian dari strategi ketahanan teknologi, namun sayangnya belum dibarengi dengan langkah-langkah konkret untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil.
Kondisi ini membuat banyak pihak mulai mempertanyakan: Apakah perkembangan AI benar-benar sejalan dengan prinsip keberlanjutan? Jika tidak segera ditangani, ketergantungan besar AI terhadap hardware dan pasokan listrik intensif justru bisa membawa dunia semakin jauh dari target iklim global.
Di tengah sorotan terhadap isu ini, para pemerhati lingkungan mendesak agar pemerintah dan korporasi mengambil tindakan nyata, bukan hanya sekadar komitmen di atas kertas. Transparansi data emisi, investasi serius dalam energi terbarukan, serta inovasi teknologi hemat energi menjadi tiga langkah utama yang sangat dibutuhkan saat ini.
AI memang punya potensi luar biasa untuk memecahkan masalah besar dunia, namun tanpa kontrol yang tepat, justru bisa menjadi pemicu krisis baru. Saat dunia tengah berlomba dalam mengembangkan teknologi masa depan, jangan sampai kita lupa untuk menjaga rumah yang kita tinggali bersama—planet Bumi.