Yang menarik, pembangunan candi ini dilakukan tanpa semen atau bahan perekat lainnya seperti yang kita kenal saat ini. Candi Borobudur dibangun dengan teknik kuno yang sangat canggih untuk zamannya.
Rahasia Konstruksi: Bukit Bertingkat hingga Batu Interlock
Sekilas, Candi Borobudur tampak seperti tumpukan batu dari dasar hingga puncak. Namun kenyataannya, struktur candi ini dibangun di atas bukit. Menurut Noehardi Magetsari, seorang arkeolog dari Universitas Indonesia, dalam bukunya 200 Tahun Penemuan Candi Borobudur (2014), tahap awal pembangunan dimulai dengan membentuk bukit menjadi berundak-undak.
Pekerjaan membentuk bukit itu sangat berat dan memerlukan banyak tenaga manusia untuk menguruk serta meratakan tanah hingga membentuk dasar candi. Setelah itu, barulah batu-batu andesit—sebanyak 55.000 m³—didatangkan dari tempat lain untuk disusun menjadi relief dan struktur candi.
Menariknya, batu-batu tersebut tidak direkatkan menggunakan semen. Melainkan, nenek moyang kita menggunakan teknik pahat dan sistem sambungan batu yang saling mengunci atau dikenal sebagai teknik interlock. Dalam dunia arsitektur modern, teknik ini mirip dengan sistem puzzle, di mana satu batu dipahat sedemikian rupa agar dapat saling terikat dengan batu lainnya.
Untuk mengangkut balok-balok batu ini, dibutuhkan sekitar empat orang dewasa untuk memikul satu balok. Hal ini menunjukkan betapa besar ukuran dan berat batu yang digunakan, serta tantangan besar yang harus dihadapi para pekerja saat itu.
Membawa batu ke ketinggian hingga 30 meter, memahatnya satu per satu, dan menyusunnya tanpa alat berat adalah proses yang luar biasa kompleks. Tidak heran jika pembangunan Candi Borobudur memakan waktu yang sangat lama. Bahkan, menurut Noehardi, kemungkinan besar banyak pekerja yang meninggal selama proses pembangunan karena tertimpa batu atau jatuh dari ketinggian.