Neuro adalah proses ketika kita menerima sesuatu, nah yang menentukan apa yang akan kita lakukan ketika kita menerima sesuatu adalah bagaimana kita menyusun bahasa ke dalam jiwa. Nah, saat itu jujur, saya yang mulai tertarik mengetahui lebih banyak mengenai NLP merasa bingung. Bahasa? Menyusun bahasa dalam jiwa? Ahhh, bingung! Don’t worry, bingung merupakan awal dari paham atau bisa.
Maksud bahasa di sini bukanlah seperti pelajaran bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dkk. Dalam dunia NLP, bahasa dapat berbentuk visual (yang dilihat-oleh mata), auditory (yang didengar-oleh telinga), kinestetic (yang dirasa-oleh kulit), olfaktory (yang dicium-oleh hidung), gusfaktory (yang dirasa-oleh lidah). Atau bahasa keren-nya adalah VACOG. Nah VACOG ini lah yang dapat kita proses agar nantinya kita merespon sesuatu tadi sesuai dengan yang kita inginkan.
Jadi, ketika susunan bahasa berubah, maka makna kata juga bisa berubah. Nah perubahan ini lah yang diharapkan sesuai dengan harapan kita masing-masing. Misal nih, laporan kita dikatakan payah oleh bos. Programlah ‘sesuatu’ itu ke dalam bentuk yang akan memberdayakan kita bukan ke bentuk yang membuat kita tidak berdaya. Yang ada dalam kendali kita adalah pikiran kita, sedangkan bos ada di luar kendali kita. Janganlah kita sibuk memikirkan mengapa bos mengatakan laporan kita payah. Tapi fokuslah pada penyelesaian, agar laporan kita lebih baik, kita harus tingkatkan kualitasnya. Bukan malah memikirkan bosnya.
Dari pertemuan itu juga, saya mengetahui bahwa ada 4 cara bagaimana kita bisa memiliki kendali hidup atas hidup kita:
1. Fokus pada solusi, bukan pada masalah.
Kita tidak bisa mengubah arah angin, tapi kita bisa mengubah layar kita!