Bukan berarti Buya Yahya melarang umat Muslim untuk merayakan Tahun Baru Hijriyah. Namun, beliau ingin menekankan bahwa yang lebih penting adalah merenungi makna perayaan ini, mengevaluasi diri, serta merenungkan perjalanan spiritual mereka selama setahun terakhir. Dalam hal ini, beliau menegaskan bahwa Tahun Baru Hijriyah adalah momentum yang tepat untuk melakukan perbaikan diri dan meningkatkan kualitas keimanan.
Pernyataan Buya Yahya ini pun menuai beragam tanggapan di kalangan masyarakat. Ada yang setuju dengan pendapat beliau, menganggapnya sebagai bentuk pengingat untuk mengembalikan makna peringatan Tahun Baru Hijriyah kepada asalnya. Namun, tak sedikit pula yang menentangnya, menilai bahwa merayakan Tahun Baru Hijriyah dengan kegembiraan juga merupakan cara yang sah untuk mengekspresikan kegembiraan umat Muslim atas kedatangan tahun baru dalam kalender Islam.
Upaya Buya Yahya untuk menegaskan makna asli dari peringatan Tahun Baru Hijriyah sejalan dengan upayanya meningkatkan pemahaman umat Muslim terhadap ajaran agama. Beliau kerap menjadi narasumber di berbagai kesempatan, membahas berbagai tema keagamaan, budaya, dan sosial yang berkaitan dengan kehidupan umat Islam. Pernyataan beliau juga seringkali menjadi perhatian publik dan menggugah diskusi yang sehat di tengah masyarakat.
Dengan demikian, pernyataan Buya Yahya terkait Tahun Baru Hijriyah bukan Hari Raya sebenarnya mengajak umat Muslim untuk lebih mendalami makna peringatan dalam kalender Islam. Ini adalah panggilan untuk lebih menghayati esensi dari perayaan ini, dan untuk lebih memaknai momen-momen berharga dalam kehidupan mereka. Tentu saja, tanggapan dan penafsiran atas pernyataan ini akan selalu bervariasi di kalangan masyarakat, tetapi yang lebih penting adalah menjaga diskusi yang sehat dan saling menghormati perbedaan pendapat.