Tampang

Isi Khotbah Idul Fitri 1438H di Gunung Kidul, Jogjakarta

3 Jul 2017 07:29 wib. 2.396
0 0
isi khotbah sholat ied

Ahad, 1 Syawal 1438 H / 25 Juni 2017

Tempat: Lapangan Alun2 Pemda Wonosari

Waktu: Pukul 06.30 WIB – selesai

Judul: Persatuan dan kesatuan Indonesia

Oleh: Ustadz Dr. H. Muhammad Ichsan Lc, MA ( Dosen UMY)

====================================

Ma’ashiral muslimin dan muslimat hafizakumullah. Pagi hari ini, kita umat Islam bergembira menyambut hari raya Idul Fitri. Pagi hari ini, kita bersyukur kepada Allah ta’ala karena berkat taufik dan hidayahnya kita dapat menyempurnakan ibadah puasa dan serangkaian ibadah-ibadah lainnya di bulan Ramadan yang baru saja meninggalkan kita untuk selama-lamanya. Pagi ini kita memuji Allah, memuliakan Allah, mengagungkan Allah, antara lain dengan salat hari raya Idul Fitri dan meluangkan takbir: Allah Akbar, Allah Akbar.

Alangkah indahnya hari ini. Alangkah mulianya hari ini. Alangkah gembiranya kita pada hari ini, karena sebulan penuh kita telah dibina dan dididik dalam madrasah Ramadan. Diharapkan, pendidikan dan pengajaran yang kita peroleh pada bulan Ramadan tersebut dapat kita jadikan sebagai bekal untuk menjadi umat yang besar lagi bermartabat.

Para hadiri dan hadirat rahimakumullah.

Marilah kita bersyukur kepada Allah. Sadar atau tidak sadar, bangsa Indonesia yang kita cintai ini dikaruniai Allah dengan berbagai macam anugerah. Mulai dari pulau yang banyak jumlahnya, tanah yang subur, iklim yang tidak ekstrim, hingga suku bangsa, bahasa, budaya, dan agama yang berbeda-beda. Dengan kurnia Allah ta’ala semua itu dapat disatukan olehfounding fathers atau pendiri bangsa kita, sehingga menjadi satu bangsa yaitu bangsa Indonesia, menjadi satu negara yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Nenek moyang kita, para pendiri dan pahlawan bangsa, telah berkorban dengan keringat mereka, darah mereka, harta mereka dan bahkan dengan jiwa raga mereka untuk mempersatukan bangsa ini dan memerdekakannya dari para penjajah yang telah merampas kemerdekaan kita berabad-abad lamanya.
Sesudah merdeka, kita bangsa Indonesia, menikmati hasil perjuangan, pengorbanan dan keringat serta darah para pahlawan tersebut. Kita menghirup udara bebas dan berusaha membangun kembali bangsa itu dari kebodohan, kemiskinan, dan keterpurukan dalam berbagai bidang. Presiden demi presiden silih berganti memimpin negeri ini. Pemerintah demi pemerintah bertukar, kita tetap hidup aman, damai, tenteram, dan sentosa sebagai sebuah bangsa yang besar. Namun sayangnya, banyak orang merasakan, selama ini kita belum pernah khawatir terhadap persatuan bangsa ini sebagaimana (terjadi) dalam rezim ini. Selama ini kita belum pernah cemas terhadap kesatuan negara ini seperti dalam pemerintahan ini. Hal ini karena nikmat persatuan dan kesatuan bangsa ini beberapa waktu yang lalu hampir terkoyak dengan kasus penistaan agama yang dilakukan oleh Gubernur Jakarta sewaktu itu. Keadaan tersebut diperparah dengan adanya pesta demokrasi yaitu Pilkada Jakarta.

Masyarakat terpecah menjadi dua, pendukung Ahok atau Ahokers, dan masyarakat yang menghendaki supaya Ahok dihukum seberat-beratnya karena menistakan agama. Meskipun yang anti Ahok banyak sekali jumlahnya, baik dari Jakarta maupun luar Jakarta, namun karena Ahok jelas-jelas didukung oleh para taipan, partai pemerintah dan Polri, maka terjadilah perlawanan yang seru. Aksi Bela Islam 411 dan 212 adalah buktinya. Belum pernah terjadi dalam sejarah Indonesia, umat Islam berkumpul di suatu tempat sebanyak 7 juta orang lebih dalam aksi super damai untuk menuntut ditegakkannya hukum terhadap penista agama.

Kaum muslimin dan muslimat yang dimuliakan Allah.

Meskipun Ahok telah divonis bersalah dalam kasus penistaan agama, dan telah kalah dalam Pilkada Jakarta, namun kegaduhan nasional masih terasa. Luka permusuhan dan perpecahan masyarakat masih menganga. Apalagi dua tahun lagi suasana akan semakin memanas lagi dengan adanya Pemilu. Hingga hari ini masih ada usaha-usaha membenturkan umat Islam dengan dengan Pancasila. Umat Islam yang berbeda pendapat dengan pemerintah dan penegak hukum dianggap anti-pancasila, anti-bhineka tunggal ika dan anti-NKRI. Masih ada pembunuhan karakter terhadap tokoh-tokoh Islam, meskipun selalu dinafikan dan dibantah. Masih terasa hukum selalu tajam terhadap ulama, tokoh, dan aktivis Islam, dan terhadap umat Islam pada umumnya, tapi tumpul terhadap Ahok dan para pendukungnya.

Sebagai contoh, ketika Aksi Bela Islam 212 masih berdemo setelah maghrib mereka langsung dibubarkan secara paksa dengan gas air mata, sementara para pendukung Ahok dibiarkan berdemo sampai larut malam di depan LP Cipinang. Ketika bendera kita ditulis kalimah laa ilaaha illallah, penulisnya langsung diciduk, sementara bendera mereka sering ditulisi tulisan-tulisan lain tapi dibiarkan. Ketika akan berdemo sebagian tokoh Islam ditangkap dengan tuduhan makar, sementara yang terang-terang akan makar di Papua atau memakai atribut PKI yang terlarang justru dibiarkan bebas.

Kaum muslimin dan muslimathafizakumullah.

Sekarang adalah era keterbukaan. Masyarakat hari ini sudah cerdas. Masyarakat hari ini susah untuk dibohongi. Jika pemerintah korup dan bertindak sewenang-wenang, pasti mereka mengetahuinya. Jika penegak hukum tidak adil dan tebang pilih, pasti mereka merasakannya. Meskipun pemerintah dan penegak hukum pandai menyulap fakta, memelintir kata dan membuat rekayasa, pasti rakyat akan menyadarinya. Meskipun media massa, baik cetak maupun elektronik, dikuasai oleh para taipan dan konglomerat, umat Islam masih mempunyai senjata lain yaitu medsos atau media sosial. Umat Islam dipimpin oleh para ulama dan aktivis Islam akan bergerak dengan satu kata, lawan! Lawan kezaliman! Lawan kebohongan! Lawan pembodohan!

<123>

0 Komentar

Belum ada komentar di artikel ini, jadilah yang pertama untuk memberikan komentar.

BERITA TERKAIT

BACA BERITA LAINNYA

Menemukan Inspirasi dalam Keseharian
0 Suka, 0 Komentar, 21 Jul 2024
tukang sate
0 Suka, 0 Komentar, 10 Jun 2017

POLLING

Apakah Indonesia Menuju Indonesia Emas atau Cemas? Dengan program pendidikan rakyat seperti sekarang.