Kondisi ekonomi Indonesia masih dihadapkan pada tekanan berat ke depannya sebagai akibat dari ketidakpastian global yang terus berlangsung. Bahkan, para analis memperkirakan bahwa ketidakpastian ini akan terus berlanjut hingga tahun 2025.
Tidak hanya itu, ketidakpastian lebih diperparah oleh kondisi geopolitik yang memanas di Timur Tengah serta ketidakjelasan terkait pemangkasan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) oleh The Federal Reserve (The Fed). Dua faktor ini telah memicu aliran modal keluar sehingga mata uang banyak negara, termasuk rupiah, mengalami pelemahan. Lagi pula, suku bunga The Fed yang sulit untuk ditekan turun juga membuat bank sentral banyak negara, termasuk Bank Indonesia, menahan diri bahkan harus menaikkan suku bunga kembali karena aliran keluar modal yang deras serta suku bunga yang tinggi di AS.
Pelemahan kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang tembus Rp16.000/US$ belakangan ini menjadi salah satu perhatian utama masyarakat maupun pengusaha. Bahkan, kurs rupiah diprediksi akan tetap bergejolak di atas level Rp16.000/US$ dalam kurun waktu yang cukup panjang.
Sejak 16 April 2024, rupiah terus mengalami depresiasi dari level Rp15.840/US$ menjadi Rp16.170/US$ dan hingga saat ini, kurs rupiah masih bertengger di sekitar kisaran Rp16.000/US$ atau lebih tepatnya Rp16.215/US$ pada penutupan perdagangan pada Selasa, 4 Juni 2024.