Selain itu, para pemohon juga melihat bahwa ketentuan tersebut telah menimbulkan diskriminasi terhadap individu yang tidak memilih untuk memasukkan informasi agama dalam dokumen kependudukan mereka. Mereka berpendapat bahwa tidak ada justifikasi yang cukup kuat untuk tetap mempertahankan kewajiban mencantumkan agama dalam dokumen kependudukan pada era yang semakin menuntut adanya keberagaman dan toleransi.
Berdasarkan asas negara hukum dan segala keputusan yang dikeluarkan oleh negara haruslah sejalan dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia, termasuk hak untuk berkeyakinan atau tidak berkeyakinan. Oleh karena itu, gugatan ini seharusnya menjadi perhatian bagi pemerintah dan lembaga legislatif untuk meninjau kembali regulasi yang ada agar dapat memastikan perlindungan atas kebebasan beragama dan berkeyakinan bagi seluruh warga negara.
Perkembangan gugatan ini tentu menarik perhatian banyak pihak, terutama mereka yang peduli terhadap isu hak asasi manusia dan kebebasan beragama di Indonesia. Bagaimana MK akan merespons dan mengambil keputusan terkait gugatan ini menjadi hal yang ditunggu-tunggu, karena dapat menjadi preseden penting dalam menegakkan prinsip-prinsip kebebasan beragama di tanah air.