Kebijakan ini segera memicu gelombang kritik, terutama dari kelompok hak asasi manusia dan komunitas LGBTQ+. Aktivis LGBTQ+ menyatakan bahwa kebijakan ini menghapus keberadaan individu transgender dan non-biner, serta membahayakan hak-hak mereka.
Sarah Ellis, Direktur Eksekutif Human Rights Campaign, mengatakan bahwa kebijakan ini adalah langkah mundur dalam perjuangan hak asasi manusia di AS. Kebijakan ini tidak hanya merugikan individu transgender, tetapi juga bertentangan dengan prinsip inklusivitas dan kebebasan yang menjadi fondasi Amerika,ujarnya.
Di sisi lain, kebijakan ini mendapat dukungan dari kelompok konservatif yang menyambut baik langkah Trump sebagai upaya untuk memperkuat nilai-nilai tradisional. Tony Perkins, Ketua Family Research Council, menyebut kebijakan tersebut sebagai kemenangan besar bagi keluarga Amerika.
Para ahli hukum memperkirakan bahwa kebijakan ini akan memicu serangkaian gugatan di pengadilan. Banyak negara bagian, terutama yang memiliki pemerintahan liberal, kemungkinan besar akan menolak menerapkan kebijakan ini.
Kebijakan ini juga diprediksi akan berdampak besar pada berbagai sektor, termasuk pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan. Misalnya, individu transgender mungkin menghadapi tantangan dalam mengakses layanan kesehatan atau pengakuan hukum atas identitas mereka.