Sejumlah organisasi masyarakat sipil dan akademisi hukum juga berencana mengajukan gugatan guna membatalkan aturan tersebut.
"Kita harus mengawal proses ini agar tidak ada lembaga yang bertindak sewenang-wenang dan melanggar prinsip dasar demokrasi," ujar Direktur Eksekutif Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO), Feri Amsari.
Revisi Tatib DPR Nomor 1 Tahun 2020 yang memberikan kewenangan evaluasi pejabat publik melalui fit and proper test mendapat kritik keras dari berbagai pihak, termasuk Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna. Ia menilai aturan ini melanggar prinsip pemisahan kekuasaan dan berpotensi merusak sistem demokrasi di Indonesia.
Muncul desakan agar aturan ini diuji di Mahkamah Konstitusi guna memastikan DPR tidak melampaui kewenangannya. Jika dibiarkan, revisi ini bisa menjadi preseden buruk bagi sistem ketatanegaraan Indonesia.